JAKARTA - Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Moeldoko memastikan, KSP akan melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan penyaluran BBM bersubsidi untuk nelayan skala kecil, yakni di bawah 10 GT. Hal ini, kata dia, menindaklanjuti penandatanganan nota kesepakatan penyederhanaan prosedur penyaluran BBM bersubsidi untuk nelayan.
Kesepakatan tersebut, melibatkan kementerian ESDM, BPH Migas, Pertamina, dan enam pemerintah daerah. Yakni, provinsi Kepulauan Riau, kota Medan, kota Bitung, serta kabupaten Maluku Tengah, Cilacap, dan Sukabumi.
"Dengan adanya nota kesepakatannya ini, diharapkan akses nelayan kecil mendapat BBM subsidi lebih terbuka dan lebih mudah. KSP tentu akan melakukan monitoring dan evaluasi di lapangan," kata Moeldoko, usai menyaksikan penandatanganan nota kesepakatan penyederhanaan prosedur penyaluran BBM bersubsidi untuk nelayan, di gedung Bina Graha Jakarta, Selasa 26 Juli.
Sebagai informasi, Kantor Staf Presiden telah menginisiasi kesepakatan penyederhanaan prosedur penyaluran BBM bersubsidi untuk nelayan, antara kementerian/ lembaga terkait bersama enam pemerintah daerah. Kesepakatan ini menjawab persoalan nelayan di bawah 10 GT, yang merasa kesulitan mengakses BBM bersubsidi.
"Di sisi lain, BPH Migas menyebut serapan kuota BBM bersubsidi untuk nelayan masih kecil. Nah, ini kan tidak sinkron. Karena itu KSP menginisiasi kesepakatan tersebut," tutur Moeldoko.
Panglima TNI 2013-2015 ini mengungkapkan, berdasarkan hasil verifikasi lapangan tim Kantor Staf Presiden, salah satu kendala yang dihadapi nelayan dalam mengakses BBM subsidi adalah soal administrasi. Di mana, nelayan harus memiliki surat rekomendasi yang di dalamnya berisi banyak lampiran.
Moeldoko mencontohkan, Surat Tanda Bukti Lapor Kedatangan Kapal (STBLKK), Fotocopy SIPI/ SIKPI atau bukti pencatatan kapal dengan menunjukkan aslinya, Fotocopy Surat Laik Operasi (SLO), dan estimasi sisa minyak solar yang ada di kapal.
BACA JUGA:
"Hasil survei KUSUKA 2020, tujuh puluh delapan persen nelayan mengalami kesulitan memperoleh surat rekomendasi karena belum bisa melengkapi lampiran-lampiran itu. Kondisi ini yang membuat nelayan tidak bisa membeli BBM subsidi. Padahal BBM merupakan komponen terbesar bagi nelayan untuk bisa melaut," ungkap Moeldoko.
Pada kesempatan itu, Moeldoko juga menekankan pentingnya kementerian/ lembaga melakukan percepatan Kartu Pelaku Usaha Bidang kelautan dan Perikanan (KUSUKA). Sebab, di dalam KUSUKA sudah terinput data-data nelayan yang bisa menjadi pedoman untuk penentuan dan pengalokasian BBM bersubsidi.
"Ini tidak hanya mengoptimalkan penyerapan kuota BBM bersubsidi, tapi penyalurannya juga akan tepat sasara. KUSUKA itu by name by address, NIK, dan ukuran kapalnya juga terdata di kartu," pungkasnya.