JAKARTA - Lonjakan kasus COVID-19 di Indonesia masih belum dapat diatasi, terbukti dengan rata-rata penambahan kasus baru harian dalam seminggu terakhir tercatat lebih dari 2.500 kasus.
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa di Indonesia persentase sebaran kedua subvarian ini mencapai 80 persen. Bahkan angka sebaran di DKI Jakarta mencapai 100 persen.
Lonjakan kasus ini ditenggarai oleh subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 yang lebih menular dari varian sebelumnya karen alebih mudah menempel pada sel manusia, serta mampu menghindari sel-sel kekebalan di dalam tubuh. Subvarian inipun dapat memengaruhi hasil tes PCR karena mengandung perubahan genetik putusnya gen S.
Dikutip dari situs kemkes.go.id, dr. Mohammad Syahril, Sp.P, MPH selaku Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI menyampaikan bahwa subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 memiliki kemungkinan menyebar lebih cepat dibandingkan subvarian omicron sebelumnya, yaitu BA.1 dan BA.2.
Masyarakat diharapkan mewaspadai adanya immune escape, yaitu kondisi di mana imunitas seseorangmemiliki kemungkinan lolos dari perlindungan kekebalan akibat dari paparan atau infeksi varian Omicron.
Hal lain yang dapat memperluas transmisi subvarian ini adalah penerapan prokes yang semakin longgar dan kian banyaknya perhelatan yang mengundang berkumpulnya khalayak dalam jumlah massal.
Sekretaris Jenderal organisasi kesehatan dunia WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam konferensi pers yang digelar Selasa 12 Juli menyampaikan bahwa COVID-19 masih dinyatakan sebagai Darurat Kesehatan Masyarakat yang Menjadi Perhatian Internasional atau Public Health Emergency of International Concern (PHEIC). Sehingga, harus diantisipasi oleh negara dan masyarakat internasional.
Lantas apa perisai agar tidak tertular subvarian BA.4 dan BA.5?
Yang terpenting adalah mencegah virus ini masuk ke dalam tubuh dengan menjaga kebersihan tangan dan hidung yang merupakan pintu masuknya virus ke dalam tubuh, terutama paru-paru.
Kabar baiknya, kini ada teknologi yang dapat membunuh virus di rongga hidung, yakni Enovid nose sanitizer yang dikembangkan oleh Sanotize, perusahaan farmasi global asal Kanada. Enovid merupakan alat kesehatan portable yang mudah dibawa ke mana-mana, sangat mampu melindungi diri dari berbagai virus di manapun dan kapanpun.
Enovid menghasilkan fresh nitric oxide yang ketika disemprotkan ke hidung akan bertindak sebagai penghalang dan pembunuh virus, pencegah inkubasi dan penyebaran virus ke paru-paru.
BACA JUGA:
Enovid telah lolos uji klinis fase 3 yang dilakukan pada pasien COVID-19 yang berisiko mengalami peningkatan penyakit, pasien yang tidak divaksinasi, pasien dalam kelompok usia menengah dan lebih tua serta pasien dengan penyakit penyerta (komorbid).
Hasilnya, jangka waktu penyembuhan COVID-19 untuk pasien yang diberikan Enovid rata-rata adalah 4 hari dibandingkan dengan 8 hari pada kelompok plasebo (tidak diberikan Enovid). Penggunaan Enovid aman dan ditoleransi dengan baik oleh pasien.
Di Indonesia Enovid diimpor oleh PT Laniros Dian Pharma setelah mengantongi izin edar Alat Kesehatan Luar (AKL) dari Kementerian Kesehatan RI.
"Kami menghadirkan Enovid di Indonesia agar dapat mudah diakses oleh masyarakat sehinggadapat membantu penanggulangan Covid-19 di Indonesia," ungkap Elisabeth Paulus, Direktur PT Laniros Dian Pharma dalam keterangannya, Rabu 13 Juli.
"Masyarakat sudah jenuh berdiam di rumah, mobilitas pun diperlukan agar roda ekonomi kembali bergerak. Enovid dapat menemani aktivitas yang mengharuskan kita bertemu denganbanyak orang," imbuhnya.