Bagikan:

JAKARTA - Genap 10 hari sejak Kementerian Kesehatan mengabarkan temuan kasus pertama varian Omicron BA4 dan BA5 di Indonesia pada 6 Juni lalu, jumlah kasus positif COVID-19 melonjak pesat dengan penambahan rata-rata kasus harian mendekati 100 persen.

Dalam 3 hari terakhir (13-15 Juni 2022) jumlah penambahan kasus positif berturut-turut sebanyak 591, 930 dan 1.242 kasus baru. Kementerian Kesehatan pun memprediksi puncak gelombang COVID-19 di Indonesia terjadi di pertengahan Juli 2022.

Tren kenaikan jumlah kasus positif COVID-19 disinyalir disebabkan oleh semakin longgarnya penerapan protokol kesehatan oleh masyarakat, dan masuknya varian baru Omicron, yakni BA4 dan BA5 yang berpotensi mampu menerobos imunitas dalam tubuh atau immune escape.

Sejak kali pertama terdeteksi di Afrika Selatan pada Januari 2022, varian baru ini telah ditemukan di lebih dari 60 negara dan menjadi salah satu penyebab kembalinya gelombang COVID-19, termasuk di Indonesia.

Ketua WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus telah mengingatkan bahwa Omicron bukan akhir dari pandemi COVID-19, sehingga negara-negara dan masyarakat dunia diminta untuk tetap waspada, fokus mengalahkan Covid dan tidak menyepelekan varian-varian Covid-19 yang bermunculan.

Di Indonesia, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Prof. Wiku Adisasmito menjelaskan, Pemerintah mengantisipasi penyebaran varian BA4 dan BA5 dengan meningkatkan Whole Genome Sequencing (WGS), melakukan studi epidemiologi sebaran varian, dan memastikan efektivitas alat testing khususnya di pintu-pintu masuk, serta meningkatkan vaksinasi.

Apakah upaya pemerintah ini efektif apalagi dengan kemampuan varian baru berupa immune escape?

Munculnya varian-varian baru COVID-19 ke Indonesia memang tidak bisa dihindarkan di tengah mobilitas masyarakat yang tinggi. Namun, penyebarannya dapat dicegah dengan menerapkan protokol kesehatan dan pola hidup sehat, terutama menjaga kebersihan tangan dan hidung, yang merupakan pintu masuknya berbagai virus ke dalam tubuh.

Achmad Sujudi, mantan Menteri Kesehatan Indonesia pada Kabinet Gotong Royong meyampaikan bahwa virus dapat lolos dari masker, maka diperlukan teknologi yang dapat mencegah virus masuk menuju paru-paru, yaitu nose sanitizer.

Nose sanitizer memiliki peran yang sangat penting karena dapat membunuh semua jenis virus yang sudah masuk di rongga hidung dan rongga tenggorokan.

SaNOtize merupakan perusahaan asal Canada yang telah berinovasi mengembangkan noze sanitizer bernama Enovid, yaitu alat kesehatan yang menghasilkan Nitric Oxide yang mampu membunuh berbagai virus, termasuk COVID-19.

Bahkan sebelum terjadi pandemi COVID-19, Enovid telah dievaluasi untuk mengobati sinusitis kronis dan luka diabetes. Formulasi dalam Enovid pun telah dipatenkan dan diberi nama Nitric Oxide Releasing Solution atau NORS.

Sebelum resmi diedarkan, Enovid telah melalui uji klinis fase 3 yang dilakukan di India terhadap pasien COVID-19 yang beresiko mengalami peningkatan penyakit, pasien yang tidak divaksinasi, pasien dalam kelompok usia menengah dan lebih tua serta pasien dengan penyakit penyerta (komorbid).

Hasilnya, jangka waktu penyembuhan COVID-19 untuk pasien yang diberikan Enovid rata-rata adalah 4 hari dibandingkan dengan 8 hari pada kelompok plasebo (tidak diberikan Enovid).

Enovid telah masuk ke Indonesia sejak Februari 2022 dan dapat ditemukan di berbagai apotik serta e-commerce Shopee dan Tokopedia.

Bermunculannya varian-varian baru mengingatkan kita untuk terus waspada, namun hendaknya tidak menjadi kekhawatiran berlebihan.