Bagikan:

JAKARTA - Ekonom Senior Faisal Basri mengingatkan pemerintah tidak harus memberikan subsidi energi karena bisa memengaruhi keuangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti PLN dan Pertamina.

Pasalnya, pemerintah saat ini menggunakan metode dana kompensasi BBM dalam upaya menekan lonjakan harga bahan bakar minyak (BBM) sehingga akan memberatkan Pertamina.

"Masalahnya pemerintah tidak memandang ini sebagai subsidi. Pemerintah mengalami keterbatasan anggaran, yang disubsidi tetap kecil, dan sekarang muncul istilah dana kompensasi yang dibayar suka-suka kapan jadi Pertamina dan PLN nombok dulu," ujar Faisal Basri kepada wartawan, Senin, 27 Juni.

Dengan demikian, lanjut Faisal, gelombang kedua yang harus diwaspadai pemerintah adalah kerusakan pada BUMN tersebut karena likuiditas yang terganggu sehingga tidak bisa membeli minyak mentah dari luar negeri.

Hal ini juga dapat memengaruhi kredibilitas Pertamina sebagai perusahaan pelat merah.

"Jadi the only way adalah melakukan adjustmen harga minyak dan pemerintah siapkan bantalan untuk masyarakat buat yang sangat rentan. Itu saja!" tegasnya.

Sebelumnya, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan, pemerintah masih belum menyetorkan biaya subsidi dan kompensasi energi atau berutang kepada perseroan Rp72 triliun.

Meski demikian, Nicke mengapresiasi, langkah pemerintah menambah anggaran subsidi dan kompensasi kepada Pertamina hingga Rp350 triliun.

Selain mengurangi beban masyarakat, menurutnya, hal ini juga menguntungkan Pertamina.

Nicke melanjutkan, dengan disetujuinya tambahan anggaran subsidi dan kompensasi tersebut, dia pun berharap pembayaran utang yang masih tersisa Rp72 triliun kepada Pertamina juga bisa dilunasi.