JAKARTA - Progres pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) di Mempawah Kalimantan Barat baru berjalan sekitar 13,78 persen dari target yang seharusnya menyentuh angka 71 persen.
Direktur Operasi dan Portofolio MIND ID, Danny Praditya mengakui dengan lambatnya proyek tersebut, MIND ID mengalami kerugian karena fixed cost yang harus dikeluarkan tiap bulannya. Padahal berasarkan target awal pembangunan, smelter ini sudah bisa beroperasi pada 2023 mendatang.
"Selain dari sisi investasi, kita juga alami kerugian karena ada biaya yang dikeluarkan tiap bulannya. Harusnya sekarang sudah selesai di angka 71 persen tapi sekarang delay aktualnya masih 13,7 persen," kata Danny dalam RDP dengan Komisi VII DPR RI, Senin, 21 Maret.
Proyek SGAR dikelola PT Borneo Alumina Indonesia (PT BAI) yang dimiliki PT Inalum (Persero) dengan saham sebesar 60 persen dan ANTAM dengan saham 40 persen.
Sementara itu SGAR ditargetkan bisa memasuki tahapan operasi komersial atau commercial operation date (COD) di tahun 2023. Setelah beroperasi nanti, SGAR diproyeksikan kapasitas produksi sebesar 1 juta ton alumina.
Berdasarkan penuturannya, delay tersebut diakibatkan PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk (PTPP) dan China Aluminum International Engineering Corporation Limited selaku konsorsium Indonesia-China, belum menemukan kata sepakat untuk sejumlah masalah.
BACA JUGA:
Untuk menyelesaikan masalah tersebut, Komisi VII DPR RI meminta Borneo Alumina Indonesia untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja konsorsium Chalieco dan PTPP selaku pelaksana proyek smelter alumina tersebut.
Komisi VII juga meminta Dirut Inalum dan Dirut Antam untuk menyelesaikan dispute paling lambat 30 April 2022 dengan melibatkan aparatur penegak hukum (Kejaksaan Agung dan BPKP). Apabila permintaan ini tidak terselesaikan, maka Komisi VII DPR RI merekomendasikan untuk dilakukan terminasi kontrak.