Bagikan:

JAKARTA - PT Semacom Integrated Tbk (SEMA) menguat 35 persen atau mengalami autoreject atas (ARA) ke Rp242 per saham saat pertama kali dicatatkan di Bursa Efek Indonesia (BEI), pada Senin, 10 Januari 2022.

Sebelumnya SEMA melepas 347 juta saham baru atau setara 25,76 persen dari modal disetor setelah IPO (Initial Public Offering). Selama masa penawaran, investor memburu saham dari produsen panel listrik, perakitan baterai listrik, dan infrastruktur energi baru terbarukan (EBT) ini, terbukti dari permintaan investor yang melebihi pesanan (oversubscribes) 40X dari dari porsi pooling.

Selain melakukan IPO, perseroan juga akan menerbitkan Waran Seri I dengan nilai maksimal 173,50 juta waran I sebagai pemanis (sweetener).

Dana dari hasil IPO tersebut seluruhnya akan digunakan untuk modal kerja perseroan. Di antaranya adalah untuk Pembelian Persedian, Biaya Research & Development, serta Biaya Pemasaran dan Promosi. Penggunaan dana IPO ini tentunya setelah dikurangi biaya-biaya emisi efek.

Sedangkan dana yang diperoleh Perseroan dari pelaksanaan Waran Seri I, jika dilaksanakan oleh pemegang waran, maka akan digunakan untuk modal kerja perseroan yaitu untuk pembelian persediaan serta biaya pemasaran dan promosi

Direktur Utama SEMA, Rudi Hartono Intan, mengatakan penawaran umum perdana saham ini merupakan tonggak pencapaian besar Perseroan yang akan menjadi pemacu Perseroan untuk meningkatkan kinerjanya ke depan.

Rudi optimis ke depan bisnis SEMA akan semakin moncer seiring dengan komitmen pemerintah yang ingin mengoptimalkan sumber energi baru terbarukan (EBT) sebagai sumber energi alternatif. Terlebih Indonesia menjadi salah satu negara dengan potensi sumber EBT sangat melimpah.

Sebelumnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan peningkatan bauran energi nasional dari sumber EBT pada tahun 2025 sebesar 23 persen dan komitmen untuk menuju zero emisi pada tahun 2060.

Posisi saat ini penggunaan energi terbarukan di Indonesia baru mencapai kisaran 13 persen dalam komposisi bauran energi secara keseluruhan. Untuk meningkatkan efisiensi pencapaian target bauran 23 persen di tahun 2025 tersebut, PLN telah menyatakan perlunya penambahan 3.200 Mw modul surya.

"Dengan mempertimbangkan potensi bisnis yang ada, dan kebijakan pemerintah yang mendukung pengembangan modul surya sebagai bagian dari energi terbarukan, kami telah mempertimbangkan dan mengkaji pengembangan bisnis untuk pengerjaan Inverter Modul Surya dan BOS (Balance of System) Modul Surya," sambung dia.

Selain itu, SEMA juga membidik pasar mobil listrik dengan memberikan dukungan dalam membangun Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) dan Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU). Hal ini sejalan dengan misi pemerintah untuk mengembangkan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) atau Battery Electric Vehicle untuk Transportasi Jalan, sebagaimana yang tertera dalam Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2019.

"Kami juga membidik pasar penyedia energi melalui produksi baterai untuk keperluan perusahaan telekomunikasi dan SPKLU," pungkas Rudi.

Terkait dengan kinerja usaha tahun lalu (per Juni 2021), SEMA mampu mencetak pendapatan Rp60,9 miliar atau naik 33,76 persen dari Rp45,53 miliar pada Juni 2020. Untuk laba bruto perseroan tercatat sebesar Rp19,36 miliar atau naik dibandingkan periode yang sama tahun 2020 sebesar Rp13,82 miliar. Sedangkan untuk laba per saham yaitu sebesar Rp5,93 per lembarnya.

Sementara itu untuk laba bruto terhadap penjualan pada periode tersebut mengalami kenaikan sebesar 31,79 persen atau lebih tinggi dibandingkan kenaikan pada tahun sebelumnya sebesar 29,68 persen.

Selanjutnya total EBITDA terhadap penjualan tercatat naik 11,94 persen. Kemudian total aset perusahaan per Juni 2021 tercatat sebesar Rp146,95 miliar.

Jumlah ini terdiri dari aset lancar sebesar Rp118,47 miliar dan aset tidak lancar sebesar Rp28,48 miliar. Capaian ini meningkat dari tahun 2020 di periode yang sama yang tercatat hanya Rp141,03 miliar.