JAKARTA - Pekerja magang di sebuah perusahaan startup digital yang bergerak di bidang pendidikan mengaku dieksploitasi di tempat kerjanya. Dengan beban kerja seperti karyawan penuh waktu, mereka mengaku hanya dibayar Rp100 ribu perbulan. Itu pun bukan jumlah pasti. Sialnya, apabila mereka mengajukan resign sebelum habis kontrak, mereka bisa dikenai denda Rp500 ribu.
Kabar ini pertama kali ramai setelah diunggah akun Twitter @taktekbum. Dalam twitnya, ia memposting tangkap layar seseorang pekerja magang yang menyampaikan keluh kesahnya.
Dalam unggahan itu, si pemagang mengatakan perusahaan Startup tempatnya bekerja memberikan target kerja yang sama dengan karyawan penuh waktu. Tapi mirisnya, upah yang mereka terima hanya Rp100 ribu per bulan.
Belum lagi kalau ada pemotongan-pemotongan yang para pemagang itu tak tau penyebabnya apa. "Itu pun masih dipotong sekain persen tergantung performa kami yang kami sendiri enggak tau bagaimana perhitungan pemotongannya," tulis isi pesan tersebut.
Salah satu contoh kejanggalan sistem penggajian tersebut, seperti ditulis pada twit tersebut, yakni ada beberapa rekan sesama pekerja magang yang bekerja dengan baik, namun hanya diberi upah Rp100 ribu selama tiga bulan bekerja. "Sangat tidak transparan," katanya.
"Apakah di kontrak internship ada perihal pemotongan tergantung performa? Tidak ada. Kami baru tau setelah akan menerima hak kami," tertulis.
Wow stratap apa yaaaa.... ini sih untung dari pemagang yang resign sekaligus dapet keringet dan darah gratis dari pekerja magang pic.twitter.com/fYr5NhPybf
— Tach Tech Boom (@taktekbum) October 25, 2021
Masalah tidak berhenti sampai situ. Pekerja magang yang tak kuat dengan mekanisme kerja dan upah seperti itu, tak bisa seenaknya mengundurkan diri dari perusahaan.
Startup yang katanya bergerak di bidang pendidikan ini mematok penalti para pemagang yang resign sebelum masa magangnya habis. Ajaibnya, denda tersebut lebih besar dari upah yang mereka terima tiap bulannya, yakni Rp500 ribu.
"Saya punya bukti beberapa teman saya yang membayar. Ada belasan yang resign, setidaknya pada angkatan internship saya," seperti ditulis pada pesan personal (DM) yang dibagikan akun @taktekbum. Lantas bagaimana sebetulnya regulasi yang mengatur tentang pekerja magang?
Regulasi magang
Seperti dijelaskan akun konsultasi hukum Justika dari Hukum Online, lewat Twitternya menjelaskan, regulasi terkait magang dijelaskan dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Ketenagakerjaan. Dalam beleid itu dijelaskan, magang merupakan sistem pelatihan kerja yang dibimbing oleh pekerja berpengalaman dengan tujuan untuk meningkatkan keterampilan.
Sementara itu hak pemagang diatur dalam Permenaker Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Pemagangan Dalam Negeri. Antara lain, pemagang memperoleh uang saku, bimbingan peningkatan keterampilan, dan pemenuhan hak sesuai Perjanjian Pemagangan. Mereka juga harus diberi fasilitas keselamatan dan kesehatan kerja dan memperoleh sertifikat magang.
Sedangkan untuk kewajibannya, para pemagang harus menaati perjanjian magang, mengikuti tata tertib program magang dan tata tertib perusahaan, serta menjaga nama baik perusahaan. Ada pun jangka waktu magang paling lama adalah satu tahun. Lalu bagaimana dengan peraturan besaran upah pemagang?
Masih berdasarkan penjelasan Justika, memang besaran upah tak diatur dalam undang-undang. "Namun perusahaan perlu memperhatikan beban kerja dan jam kerja peserta magang dalam menentukan besaran uang saku," twitnya.
Kemudian, apabila peserta magang tak mendapat besaran upah seperti yang termaktub di kontrak perjanjian magang, dia berhak menuntut perusahaan atas dasar Wanprestasi. "Atas pelanggaran tersebut, perusahaan wajib membayar ganti rugi beserta bunganya ke peserta magang."
Besaran uang saku:
Walaupun besaran upah tidak diatur dalam undang-undang, namun perusahaan perlu memperhatikan beban kerja dan jam kerja peserta magang dalam menentukan besaran uang saku.
— Justika | Konsultasi Hukum via Online (@justika_id) October 26, 2021
Seiring berkembangnya gig economy --sistem tenaga kerja bebas-- dan melimpahnya calon tenaga kerja, mungkin banyak perusahaan rintisan atau Startup yang hanya "memanfaatkan" pemagang tanpa memberi imbalan setimpal. Namun banyak juga perusahaan baik yang besar maupun masih rintisan, yang bertanggung jawab penuh terhadap para pekerjanya. Lantas bagaimana cara mengetahuinya?
Salah satu hal yang bisa dilakukan untuk mengecek seberapa besar tanggung jawab perusahaan mengelola karyawannya dengan baik adalah dengan menanyakan sertifikasi perusahaan. Salah satunya yakni tersertifikasi ISO 9001.
Apa itu sertifikasi ISO 9001? Seperti dilansir laman konsultan strategi manajemen, sentralsistem.com, ISO 9001 adalah standar internasional yang menetapkan persyaratan untuk sistem manajemen mutu.
Dalam ISO 9001 perusahaan diwajibkan untuk memiliki sumber daya yang baik dan standar operasional prosedur yang mumpuni. Sehingga kecil kemungkinan perusahaan yang sudah tersertifikasi ISO 9001 membayar rendah para karyawan atau calon karyawannya.
Selain itu, salah satu poin kesesuaian ISO 9001, terlebih ISO 14001 dan ISO 45001 punya aturan spesifik seperti kepatuhan pada perundangan. Sehingga kalau perusahaan tersertifikasi ISO tersebut, dapat dipastikan perusahaan patuh, atau minimal melek regulasi.
*Baca Informasi lain tentang BURUH atau baca tulisan menarik lain dari Ramdan Febrian Arifin.
BERNAS Lainnya
BACA JUGA: