Bagikan:

JAKARTA - Sebuah video viral menampilkan peristiwa mengerikan di Kapal Motor (KM) Lambelu. Tiga video yang diunggah akun Instagram @papuabarathitz itu menunjukkan kepanikan sejumlah penumpang kapal ketika mendapat info adanya tiga anak buah kapal (ABK) tersebut yang terjangkit COVID-19. 

Puncaknya, lima penumpang kemudian melompat ke laut setelah mereka tahu kapal yang mereka naiki tak diperbolehkan berlabuh di Pelabuhan Lorens Say, Maumere, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) oleh pemerintah daerah setempat. Kapal ini diketahui berlayar dari Tarakan, Kalimantan Utara.

Sebelum nekat terjun ke laut, lima orang ini sudah menggunakan jaket pelampung dan mereka langsung berenang ke daratan. Setelah kejadian itu, otoritas Kabupaten Sikka yang tadinya melarang kemudian mengizinkan kapal itu bersandar di Pelabuhan dengan salah satu syarat: penumpang dilarang turun.

Peristiwa kepanikan ini dibenarkan oleh anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan yang berasal dari Dapil Nusa Tenggara Timur (NTT) 1, Andreas Hugo Pareira. Kata Andreas, kejadian ini terjadi pada Senin, 6 April yang lalu. Sebagai wakil rakyat yang berasal dari wilayah tersebut, Andreas mengaku sudah menghubungi Bupati Sikka Roberto Diogo untuk mempertanyakan kejadian sebenarnya.

Hasilnya, sebagaimana kabar yang beredar. Penumpang yang kebanyakan adalah perantau yang ingin pulang kampung itu panik setelah mendengar kabar soal tiga ABK yang terjangkit virus corona. "Sikap panik inilah yang membuat beberapa penumpang nekat terjun ke laut ingin berenang ke darat," kata Andreas kepada VOI, Rabu, 8 April.

"Namun, bukan hanya penumpang di kapal saja yang panik, tapi juga masyarakat di darat. Bagaimana harus menerima para penumpang ini karena ketidaksiapan sistem karantina ODP dan PDP dalam jumlah besar ditambah dengan minimnya APD untuk tenaga medis," tambahnya.

Imbasnya, menjalar ke daratan. Masyarakat di darat yang panik berdemo menolak masyarakat yang baru pulang dari perantauan. Sedangkan para penumpang kapal panik ingin segera turun setelah mendengar kabar adanya penyebaran COVID-19.

Berkaca dari hal tersebut, Andreas mengatakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus mulai memperbaiki kesigapan dan kecepatan dukungan yang ada. Menurutnya, komunikasi bisa saja lancar, tapi harus ada logistik yang segera dipenuhi oleh pemerintah pusat seperti penerimaan alat pelindung diri (APD) dan logistik bagi tenaga kesehatan.

Hal ini penting. Sebab, jika ada kejadian mendesak maka pemerintah daerah siap untuk melaksanakan penanggulangan penyebaran COVID-19. "Kasus di Sikka ini seharusnya membuka mata kita agar dukungan dari pusat ke daerah segera didistribusikan," tegasnya.

"Juga khususnya menyangkut transportasi laut kapal angkutan penumpang atau feri, kapal pesiar, apabila ditemukan yang positif segera menjadi tanggungjawab perusahaan," imbuh anggota Komisi X DPR RI tersebut.

Distribusi informasi

Aksi penumpang yang nekat terjun ke laut dan berenang ke daratan ini juga dipandang sebagai cermin dari buruknya distribusi informasi yang tak sampai ke seluruh golongan masyarakat. Sehingga, masyarakat merasa perlu bertindak sendiri-sendiri sebagai bentuk pertahanan diri.

"Masyarakat kurang informasi mengenai apa yang terjadi terutama pada aspek antisipasinya. Sehingga, mereka merasa perlu bertindak sendiri-sendiri," kata Tantan Hermansyah, Sosiolog UIN Syarif Hidayatullah.

Menurutnya, masyarakat bukannya acuh atau tak mempedulikan soal protokol kesehatan. Menurutnya, masyarakat itu justru berpikir tak ada jaminan juga kalau menaati protokol kesehatan mereka akan selamat. "Maka muncullah tindakan Selamat Diri Masing-Masing (SDM)," tegas dia.

Lagipula, hal ini lazim terjadi karena saat ini masyarakat tengah mengalami proses social distrust kepada penguasa. Masyarakat, menurut Tantan, melihat tak ada sosok pemimpin di pemerintahan yang dapat mereka percaya untuk memberi jaminan terkait upaya-upaya penyelesaian dan penanganan masalah.

Tantan juga menilai, kejadian di Sikka ini seharusnya menjadi koreksi soal frasa 'negara hadir' sebagaimana kerap disuarakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin selama kampanye. Kata dia, ketika masyarakat bertindak sendiri-sendiri, artinya negara justru absen.

"Jika terus dibiarkan seperti ini maka saya khawatir masyarakat lain akan membangun persepsi yang sama dengan apa yang dilakukan di Sikka itu. Jika hal ini terjadi, gawat," jelasnya.

Informasi terakhir KM Lambelu

Dikutip dari situs milik Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, kondisi terakhir kapal milik PT Pelni itu sekarang sudah bersandar di Pelabuhan Lorens Say, Maumere pada Selasa malam, 7 April sekitar pukul 21.37 WIT.

"Kapal dapat sandar tetapi penumpang belum boleh turun sebelum tim kesehatan dari Kantor Kesehatan Pelabuhan melakukan pemeriksaan kesehatan penumpang dan memastikan para penumpang tak terpapar COVID-19 sesuai protokol kesehatan yang diterbitkan pemerintah," kata Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut, Capt. Wisnu Handoko.

Dia juga menyayangkan adanya lima penumpang yang melompat ke laut dalam keadaan panik meski menggunakan jaket pelampung. Kata dia, hal ini sangat berbahaya sehingga dia mengingatkan para penumpang harus mengikuti instruksi dari awak kapal yang bertugas dan tidak melakukan tindakan yang berbahaya.

Selanjutnya, setelah bersandar dan mendapat pemeriksaan kesehatan, isolasi mandiri selama 14 hari sesuai protokol kesehatan mencegah penyebaran COVID-19 akan dilaksanakan di Sikka Convention Center (SCC) di Kota Maumere. Ada 233 penumpang kapal yang akan menjalankan proses tersebut.

"Fasilitas di Gedung SCC sudah disiapkan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dengan dibuatkan sekat-sekat sehingga setiap keluarga bisa ditempatkan di sekat tersebut," jelas dia sambil menambahkan kebutuhan makanan dan minuman saat isolasi mandiri akan disediakan oleh Pemkab Sikka setiap harinya. 

Adapun pelarangan ini, kata Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) kelas IV Maumere, Yoseph Bere disampaikan pemerintah Kabupaten Sikka melalui surat kepada PT Pelni yang ditandatangani Bupati Sikka Fransiskus Roberto Diogo.

Surat tertanggal 7 April itu meminta agar kapal KM Lambelu tak melakukan aktivitas sandar di pelabuhan untuk menurunkan penumpang demi menjaga kemungkinan penyebaran COVID-19 kepada warga lain di daerah itu. "Dasar pertimbangan yang diambil karena daerah itu masih sangat memiliki keterbatasan peralatan medis, sarana dan sumber daya dokter," jelas Yoseph.