JAKARTA - Polisi telah menetapkan tiga tersangka terkait insiden susur Sungai Sempor yang dialami ratusan siswa SMPN 1 Turi, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Para tersangka adalah pembina Pramuka dan guru olah raga sekolah. Kami berupaya mencari alasan masuk akal para tersangka menginisasi kegiatan ini. Mustahil. Semustahil misi yang dibebankan pada para bocah nahas.
Danang Dewo Subroto, Riyanto, dan Isfan Yoppy Andrian terbukti mengabaikan keselamatan para bocah Pramuka. Nama terakhir adalah guru sekolah yang diketahui sebagai inisiator susur sungai. Isfan Yoppy juga lah yang konon berperan menentukan lokasi kegiatan.
Celaka bagi para siswa, sebab susur sungai diinisiasi secara gila. Tanpa pengaman, apalagi prosedur keselamatan. Isfan Yoppy pun terbukti tidak mempersiapkan langkah-langkah antisipasi kecelakaan. Sedang bagi dua pembina, Riyanto dan Danang Dewo, mereka terbukti bersalah tak mendampingi para siswa dalam kegiatan berbahaya itu.
Padahal, keduanya diketahui memiliki sertifikat Kursus Mahir Dasar (KMD) Pramuka. Riyanto malah berada di sekolah menjaga barang ketika para siswa berjibaku dengan derasnya aliran Sungai Sempor. Sementara Danang Dewo menunggu di garis akhir.
"Prosedur keselamatan acara susur sungai tidak dilakukan. Alat pengaman tidak ada," tutur Kabid Humas Polda DIY Kombes Yuliyanto, dihubungi VOI, Selasa, 25 Februari 2019.
Bertambahnya jumlah tersangka bukan berarti perkara telah rampung. Hingga kini, penyidik terus mendalami keterangan dari empat pembina lain. Peluang bertambahnya tersangka masih terbuka. Pada upaya penuntasan perkara, penyidik telah memeriksa 22 orang. Mereka merupakan pembina Pramuka, kwarcab, warga sekitar, kepala sekolah, hingga orang tua korban.
"Sejauh ini, penyidik sudah memeriksa tujuh pembina pramuka, tiga kwarcab, tiga warga atau pengelola wisata, dua siswa yang selamat, satu kepala sekolah, enam orang tua korban," tutur Yuliyanto.
Sementara itu, Kepala Pusat Informasi Nasional Gerakan Pramuka Guritno merespons positif penetapan para tersangka. Tak perlu repot mencari pelanggaran pada unsur keselamatan. Di mata Guritno, menggelar kegiatan susur sungai bagi siswa SMP adalah kesalahan. Menurut Guritno, kegiatan susur sungai hanya diperuntukkan bagi para Pramuka di tingkat sekolah menengah atas (SMA).
"Untuk Penggalang (setara SMP), tidak seperti itu. Cukup di pinggir sungai. Kalau bicara kejadian ini, seharusnya (susur sungai) diperuntukkan bagi tingkat SMA ke atas," tutur Guritno.
Minim pembina
Insiden ini sekaligus jadi momentum bagi gerakan Pramuka nasional mengevaluasi diri. Guritno sendiri menyadari, ada persoalan dalam hal jumlah pembina Pramuka hari ini. Padahal, jumlah keanggotaan Pramuka di Indonesia mencapai 25 juta orang.
Guritno tak merinci angka. Namun, ia memberi gambaran bahwa saat ini rasio perbandingan antara pembina dengan anggota Pramuka berada di angka satu banding seribu. Rasio itu jauh dari ideal, di mana setiap pembina seharusnya cuma bisa mengawasi sepuluh peserta Pramuka.
"Pada suatu kegiatan, sering terjadi, jumlah pembina dengan peserta tidak ideal. Dan itu yang jadi salah satu faktor utama," kata Guritno.
Gerakan Pramuka Nasional tak diam saja. Sejatinya upaya meningkatkan jumlah pembina terus dilakukan lewat uji kompetensi dan pendidikan bagi para peserta yang dilakukan berjenjang dari tingkat kabupaten/kota di setiap tahunnya. Namun, rendahnya minat dan minimnya perhatian pemerintah jadi kendala.
"Kemudian, ada tes atau tahapan-tahapan. Ada ujian berkala. Kita ada pusdiklat, kita pembinaan dewasa untuk calon pembina. Tapi, sayangnya pemerintah kurang perhatian dalam sisi anggaran," kata Guritno.
Di mata dunia
Minimnya minat masyarakat untuk menjadi anggota Praja Muda Karana atau Pramuka, sangat disayangkan. Ketidaktahuan tentang pramuka barangkali jadi penyebab. Padahal, Pramuka Indonesia merupakan salah satu yang terbaik di dunia. Pramuka, memiliki banyak satuan karya (saka) yang bersinggungan, baik secara langsung atau pun tidak dengan masyarakat di berbagai lini kehidupan.
"Saka Birgantara, Saka Bhayangkara, Saka Tanggap Peduli. Kemudian di bidang-bidang lain ... Pertama, dari kuantitas, kualitas, dan ketangkasan. Dan dari kegiatan yang dampak langsung, bersinggungan dengan masyarakat," Guritno, menjelaskan tolok ukur kualitas Pramuka.
Bahkan, dalam setiap kegiatan Jambore Pramuka Dunia (World Scout Jamboree), kontingen Indonesia adalah salah satu yang paling ditunggu. Sebab, Pramuka Indonesia merupakan salah satu kiblat dunia. Artinya, secara bentuk, tak banyak perbedaan antara Pramuka di negeri luar dengan Pramuka Indonesia.
Di Amerika Serikat, misalnya. Pramuka disebut Boy Scout dan Girl Scout. Pemisahan gender sengaja dilakukan karena aktivitas yang berbeda di antara keduanya. Boy Scout memiliki dua tingkatan, yaitu junior dan senior. Mereka diberdakan berdasarkan regu yang setiap regu beranggotakan 20 sampai 30 anggota.
Kegiatan Boy Scout di antaranya adalah melatih kepekaaan sosial, kemandirian, kedisplinan. Sementara, untuk fisik, para Boy Scout wajib dilatih untuk berkemah, membuat kerajinan dari kayu, bahkan berbagai macam olah raga, termasuk olah raga air. Selain itu, mereka juga berpatroli untuk menjaga keamanan.
Sementara, untuk Girl Scout, kegiatan yang sering dilakukan adalah memberi pertolongan pertama pada kecelakaan, jasa pelayanan masyarakat dan berkemah. Selain itu mereka juga dilatih untuk membuat makanan tertentu.
Dua gerakan kepanduan ini memiliki sistem unik, di mana para anggota bisa memiliki lencana yang banyak setelah mereka melakukan kegiatan-kegiatan sosial, sepeti membantu masyarakat.