JAKARTA - Perdana Menteri Belanda Mark Rutte mengundurkan diri karena masalah tunjangan kesejahteraan anak. Tak cuma Rutte. Seluruh kabinet di bawahnya juga ikut mundur.
Dalam sebuah pidato yang disiarkan televisi nasional, Rutte mengatakan ia telah memberi tahu Raja Willem-Alexander bahwa pengunduran diri ini adalah komitmen. Rutte juga berjanji pemerintahannya akan secepat mungkin memberi kompensasi pada orang tua yang terdampak masalah ini.
"Kami sependapat bahwa jika seluruh sistem gagal, kita semua harus bertanggung jawab, dan itu mengarah pada kesimpulan bahwa saya baru saja menawarkan kepada raja, pengunduran diri seluruh Kabinet," kata Rutte, dikutip Euronews, Selasa, 19 Januari.
Duduk perkara
Dikutip BBC, perkara berawal ketika otoritas pajak menuduh ribuan keluarga telah melakukan penipuan klaim tunjangan anak. Otoritas juga memaksa keluarga-keluarga itu mengembalikan tunjangan yang diterima. Ternyata otoritas salah.
Sebuah laporan parlemen mengungkap, pada bulan Desember, ribuan orang tua tak mampu mengembalikan tunjangan di tengah penyelidikan penipuan. Beberapa dari mereka bahkan justru terlilit utang karena terseret dalam tuduhan penipuan klaim tunjangan itu.
Kini, setelah terbukti bersalah, pemerintah Belanda meminta maaf. Pemerintahan Rutte juga menyisihkan 500 juta euro untuk keluarga-keluarga yang terseret skandal.
Ramalan analis
Skandal ini berdampak luas. Pemimpin Partai Buruh, Lodewijk Asscher menyatakan mundur dan tak akan mencalonkan diri dalam pemungutan suara 17 maret mendatang. Asscher adalah Menteri Urusan Sosial Belanda periode 2012 hingga 2017. Asscher merasa dirinyalah yang harusnya disalahkan atas skandal itu.
Dalam sebuah video yang diunggah ke Facebook, Lodewijk mengatakan, "tidak tahu bahwa otoritas pajak telah melakukan perburuan ilegal terhadap ribuan keluarga."
Partai Buruh sendiri telah berbagi kekuasaan di pemerintahan, hingga mereka kehilangan kursi pada 2017. Hingga saat ini Partai Buruh masih menjadi oposisi.
Rutte mengatakan dia telah berbicara dengan Asscher. "Saya sangat menghargai komitmennya yang luar biasa untuk negara kami dan kerja sama kami selama bertahun-tahun. Saya pribadi mendoakan yang terbaik untuknya," kicau Rutte.
Bagi Rutte, pengunduran diri tersebut mengakhiri satu dekade masa jabatannya. Di lain sisi, banyak analis menangkap langkah Rutte sebagai simbol. Rutte diyakini akan tetap menjabat sebagai pelaksana tugas hingga koalisi baru terbentuk usai pemilihan 17 Maret di Belanda.
Dan terkait mekanisme di sekitar pemilihan, partai Rutte diharapkan memenangi pemilihan dan menempatkannya di barisan terdepan untuk memulai pembicaraan mengenai pembentukan pemerintahan berikutnya. Jika dia berhasil membentuk koalisi baru, kemungkinan besar Rutte akan kembali menjadi perdana menteri.
BACA JUGA:
Instabilitas politik
Belanda tengah berjuang melawan COVID-19, di tengah ribuan infeksi per hari dan lambannya distribusi vaksin. Kondisi ini menyeret Belanda ke dalam ketidakpastian politik.
Melemahnya stabilitas politik akibat COVID-19 terjadi di sejumlah negara Eropa lain. Di Estonia, Perdana Menteri Juri Ratas juga mengundurkan diri karena skandal korupsi.
Sementara, di Italia, Perdana Menteri Giuseppe Conte tengah goyah. Kekuasaannya terancam diruntuhkan setelah partai mitra kecil menarik dukungan.