Bagikan:

JAKARTA - Pandemi COVID-19 pada 2020 menjadi tantangan paling besar yang menerpa bisnis properti. Pelemahan ekonomi yang berujung pada perubahan prioritas konsumsi dan investasi masyarakat membuat produk properti ditinggalkan. Meski begitu, sektor ini relatif masih bisa bertahan di tengah menurunnya tingkat penjualan yang cukup signifikan.

Berdasarkan analisis yang dilakukan Indonesia Property Watch (IPW), penjualan pasar perumahan sepanjang tahun 2020 di Jabodebek-Banten sebagai benchmark perumahan nasional menurun drastis sebesar 31,8 persen dibandingkan penjualan tahun 2019. Bahkan, merupakan tingkat penjualan terendah sejak siklus properti mengalami perlambatan di tahun 2013.

Masih merujuk sumber yang sama, penjualan segmen harga di bawah Rp300 juta mengalami tekanan terbesar dan mengalami penurunan sepanjang 2020 sebesar 42,9 persen. Kemudian diikuti segmen rumah harga di atas Rp2 miliar yang anjlok sebesar 41,1 persen.

Sementara itu, di segmen harga menengah Rp301 hingga 500 juta dan segmen Rp501 juta sampai Rp1 miliar juga menurun masing-masing 34,2 persen dan 25,6 persen. Sedangkan yang menarik, penjualan segmen harga rumah Rp1 miliar-2 miliar mengalami kenaikan sebesar 12,5 persen.

CEO Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda mengatakan segmen pasar terus bergeser ke yang lebih rendah dan menjadikan pasar rumah di segmen menengah menjadi cukup besar sampai kisaran Rp2 miliar. Sebagian pasar menengah relatif tidak melakukan pembelian rumah dan terpaksa menunda pembeliannya.

Sementara itu, kata Ali, di segmen bawah dengan kondisi saat ini relatif kehabisan daya beli untuk membeli segmen rumah di bawah Rp300 jutaan. Seperti yang diperkirakan sebelumnya oleh Indonesia Property Watch, meskipun pasar menengah bawah tertekan, namun pasar properti di Tanah Air masih cukup baik ditopang dengan potensi daya beli yang ada, meskipun masih diwarnai penundaan pembelian.

Lebih lanjut, Ali berujar, golongan masyarakat menengah sampai atas diperkirakan menjadi 'penyelamat' di tengah kondisi yang penuh ketidakpastian saat ini.

Memasuki 2021, kata Ali, sebagian pengembang masih optimis untuk dapat membukukan penjualan yang lebih baik dibandingkan 2020. Meskipun demikian perlu diperhatikan beberapa hal terkait faktor yang saat ini sangat memengaruhi penjualan ke depan.

"Pasar properti 2021 masih sangat tidak stabil. Para pengembang harus dapat membaca dinamika pasar lebih baik lagi, karena kondisi pasar masih sangat rentan. Tidak ada yang dapat memperkirakan dengan tepat, kapan properti naik karena ini bukan statistik ekonomi yang dapat diperhitungkan," katanya, dikutip dari laman resmi 'Property and The City', Rabu, 13 Januari.

Ilustrasi rumah. (Foto: Unsplash)

Menurut Ali, celah pasar di segmen tertentu masih sangat berpeluang meskipun masih dibayangi risiko beberapa faktor yang akan sangat memengaruhi pasar, antara lain penerapan kebijakan PSBB, harapan vaksin, dan skenario pemulihan ekonomi Indonesia ke depan, serta kondisi ekonomi global ke depan.

Berdasarkan analisis yang dilakukan Indonesia Property Watch, pergerakan penjualan perumahan saat ini sangat dipengaruhi penerapan kebijakan PSBB. Di saat terjadi pengetatan PSBB, pasar perumahan mengalami penurunan penjualan yang signifikan.

Meskipun para pengembang tetap melakukan adaptasi ke sistem pemasaran digital, namun hal ini relatif belum dapat menjamin meningkatnya transaksi saat itu. Karena karakter pasar properti yang tidak dapat seluruhnya diserahkan melalui mekanisme online.

Ada Harapan dari Vaksin

Ali mengatakan, vaksin COVID-19 menjadi harapan saat ini untuk dapat memberikan optimisme membaiknya pasar perumahan. Dengan uji klinis vaksin saat ini relatif sudah cukup efektif meskipun diperkirakan beberapa ahli masih akan disempurnakan ke depan.

Melihat dari jangka waktu pemberian vaksin sampai 1 tahun ke depan, maka diperkirakan efektifitas vaksin baru akan terlihat di pertengahan tahun 2021.

"Jangan sampai pemberian vaksin ini membuat masyarakat lengah sehingga efektivitas vaksin tidak dapat mengejar optimisme yang berlebihan dari masyarakat sehingga melepaskan protokol kesehatan," tuturnya.

Seperti diketahui, saat ini ada lima merek vaksin yang dipesan Indonesia. Empat di antaranya harus dibeli. Mulai dari vaksin Sinovac, Novavax, AstraZeneca, hingga Pfizer.

Ilustrasi vaksin COVID-19. (Foto: Unsplash)

Total pemesanan yang sudah ada kepastian mencapai 329 juta. Di dalamnya termasuk vaksin Pfizer (50 juta) dan AstraZeneca (50 juta) yang sudah masuk proses finalisasi perjanjian volume pembelian. Di luar itu, ada potensi pembelian sebesar 334 juta dari kebutuhan 426 juta.

Indonesia juga sudah mendapatkan kepastian dari GAVI terkait vaksin COVAX/GAVI dengan jumlah 54 juta dosis yang akan diberikan secara cuma-cuma atau gratis. Namun, hingga saat ini pemerintah Indonesia masih melakukan lobi guna mendapatkan 54 juta dosis lagi, sehingga total menjadi 108 juta dosis.

Menuju Pemulihan Ekonomi

ASEAN Development Bank memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia mendekati 5 persen di tahun 2021. Prediksi ini terlihat dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mulai menguat di kuartal ke-II dan III tahun 2020.

Secara umum fundamental ekonomi nasional relatif masih cukup baik, apalagi dibandingkan negara tetangga lainnya. Meskipun demikian, perlu diketahui bahwa satu-satunya yang menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa pandemi ini adalah konsumsi pemerintah yang tinggi.

Termasuk bantuan tunai dan bantuan lainnya untuk mempertahankan daya beli masyarakat. Tentunya hal ini menjadi tidak sehat untuk perekonomian ke depan.

"Pemulihan ekonomi masyarakat golongan menengah bawah akan memakan waktu yang cukup lama dan dikhawatirkan akan membuat pasar perumahan di segmen ini relatif masih tertekan," kata Ali.

Namun, menurut Ali, sebaliknya ada harapan masyarakat golongan menengah atas relatif masih terjaga dan akan meramaikan pasar properti di saat pandemi mulai mereda.

Situasi Ekonomi Global

Meskipun banyak yang memperkirakan ekonomi global akan bertumbuh lebih baik, namun perlu dicermati bahwa status lockdown yang diberlakukan kembali di beberapa negara dapat mengganggu ekonomi secara luas.

Belum lagi, kata Ali, perkembangan di China sendiri yang relatif masih terganggu oleh masuknya kembali COVID-19. Pertumbuhan positif khususnya di China akan sangat berpengaruh pada ekonomi global terkait aktivitas ekspor impor yang semakin baik.

Lebih lanjut, menurut Ali, dengan beberapa faktor risiko dan kondisi penuh ketidakpastian pihaknya masih berharap banyak pasar properti akan tumbuh di tahun 2021.

"Properti 2021 akan sangat challenging bagi para pelaku pasar properti nasional. Namun saat pandemi mereda, pasar properti akan naik secara eksponensial karena potensi permintaan yang tertunda masih sangat besar. Dan itu baru terlihat paling tidak di semester II tahun 2021," kata Ali.

Dengan penurunan yang cukup dalam pada tahun 2020, menurut Ali, secara umum harusnya pasar properti akan lebih baik pada tahun 2021. Ada peluang kenaikan berkisar 10 persen sampai 15 persen. Namun, dengan catatan bila tidak ada kejadian luar biasa yang berdampak negatif bagi pasar properti itu sendiri.