JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri ikut-ikutan berkomentar soal buku yang dibaca oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan How Democracies Die. Namun belakangan pernyataannya ini menimbulkan respon negatif dari masyarakat karena dia dianggap tak perlu ikut berpolemik masalah buku yang dibaca Anies tersebut.
Komentar Firli soal buku How Democracies Die ini dilontarkannya saat dia menyampaikan sambutan di acara serah terima barang rampasan KPK. Saat itu, dia menyinggung banyak negara tak terkecuali Indonesia menganggap korupsi sebagai kejahatan luar biasa yang menimbulkan kegagalan dalam sebuah sistem kenegaraan.
"Jadi, kalau kemarin saya lihat ada di media, Pak Anies membaca How Democracies Dies. Sebelumnya ada bukunya Why Nations Fail. Itu sudah lama saya baca, pada tahun 2002 sudah baca buku itu. Kalau ada yang baru baca sekarang, banyak yang mengkritisi 'kan, sudah lama buku itu," kata Firli dalam acara "Serah Terima Barang Rampasan dari KPK" yang disiarkan akun YouTube KPK, Selasa, 25 November.
Belakangan pernyataannya itu ramai ditanggapi warganet di media sosial khususnya Twitter. Bahkan, akibat kehebohan tersebut, nama buronan KPK yang merupakan mantan caleg dari PDI Perjuangan yang jadi penyuap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Harun Masiku sempat menjadi trending topic. Musababnya, banyak warganet menyinggung pernyataan Firli tersebut dengan mengingatkan sebaiknya dia menangkap Harun yang sudah buron selama 9 bulan dan belum ditemukan.
Selain itu, warganet juga menyinggung pernyataan Firli yang mengatakan dia telah membaca buku How Democracies Dies sejak 2002. Padahal, berdasarkan penelusuran warganet, buku karya Steve Levitsky dan Daniel Ziblatt yang berisi penelitian terhadap bentuk-bentuk otoritarianisme baru di banyak negara dunia yang sebelumnya dikenal menganut sistem demokrasi dirilis pada 2018.
Mengetahui dirinya mendapat sorotan negatif, Firli kemudian menyampaikan klarifikasi terhadap pernyataannya. Menurutnya, dia bukan menyinggung telah membaca buku How Democracies Die di tahun 2002 melainkan membaca How Nation Fails. Eks Deputi Penindakan KPK ini juga menyebut dirinya salah menyebut tahun kapan dirinya membaca buku tersebut.
"Tadi pagi saya menyampaikan kalau Pak Anies (Anies Baswedan) baca How Democracies Dies. Saya lihat bahwa ada yang baca buku Why Nations Fail. Nah, saya sudah lama baca buku itu, maksudnya saya baca Why Nations Fail tahun 2012, buku ini yang saya maksud," kata Firli dalam keterangannya.
Firli pun mengaku buku Why Nations Fail yang dibacanya itu adalah edisi pertama yang dipublikasikan di Inggris Raya pada tahun 2012 dan bukan terjemahan dalam bahasa Indonesia. "Buku Why Nations Fail yang saya maksud yang saya sudah baca pada tahun 2012, edisi asli yang di-publish pertama di Inggris Raya tahun 2012 (bukan terjemahan Indonesia). Bukunya masih saya simpan di perpustakaan saya," ujarnya.
Melihat polemik ini, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin menilai masyarakat sebenarnya tak perlu berlebihan menanggapinya. Firli, kata dia, bukan bermaksud untuk panjat sosial agar dikenal tapi dia dianggap mengambil momentum keramaian setelah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengunggah foto dirinya tengah membaca How Democracies Die di akun media sosial miliknya.
"Kelihatannya Pak Firli sedang bicara konteksnya pemberantasan korupsi. Mungkin dia juga ingin trending mengangkat isu soal korupsi karena ada momentum Anies sedang membaca buku How Democracies Die dan itu sah saja jika buku tersebut dijadikan refrensi bagi firli dalam agenda pemberantasan korupsi agar demokrasi tidak mati," katanya saat dihubungi VOI.
Hanya saja, anggapan berbeda justru muncul dari Koordinator Koalisi Masyarakat Antikorupsi (MAKI) Boyamin Saiman. Kata dia, Firli memang sebenarnya tak perlu menyampaikan hal-hal di luar tupoksinya. Sebab, dia harus ingat jika dirinya bukanlah politikus melainkan Ketua KPK.
"Pak Firli latah mengomentari dan seakan-akan dia lebih hebat, lebih pintar dengan cara menyebut buku yang dibaca oleh Pak Anies adalah buku lama dan dia sudah membaca buku yang lebih hebat. Ini kan sesuatu yang tidak perlu dilakukan oleh Ketua KPK sebenarnya. Karena dia bukan politisi, bukan anggota DPR," ungkapnya.
Sebagai Ketua KPK, Boyamin menilai, Firli sebenarnya punya lebih banyak tugas yang harus dikerjakan salah satunya adalah menangkap Harun Masiku yang hingga saat ini masih buron.
BACA JUGA:
Dia juga diminta untuk menghentikan segala retorika semacam ini dan sebaiknya menjaga pernyataannya. Apalagi, Firli selama ini kerap mendapat sorotan karena berbagai hal termasuk saat dia melanggar kode etik KPK ketika menggunakan helikopter mewah untuk kepentingan pribadinya yang belakangan dijatuhi peringatan oleh Dewan Pengawas KPK.
"Hentikan kata-kata. Mulai lakukan kerja nyata dalam memberantas korupsi karena pemberantasan korupsi di masa Pak Firli memang jauh menurun dan masyarakat banyak yang komplen bahkan tidak lagi percaya KPK," pungkasnya.