Hati-hati, Menodai Gambar Garuda Pancasila Bisa Berujung Bui
Ilustrasi (Sumber: Facebook)

Bagikan:

JAKARTA - Setiap warga negara punya kewajiban untuk menjaga kehormatan lambang negara, Garuda Pancasila. Seperti diamanatkan konstitusi, hal itu perlu untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan menunjukkan kedaulatan negara. Namun sayangnya, kasus-kasus pelecehan lambang negara seperti Burung Garuda, masih kerap terjadi. 

Beberapa hari lalu misalnya, sebuah video viral di media sosial TikTok mempertontonkan gerombolan wanita yang tertangkap kamera menduduki kain merah putih. Hal itu menuai hujatan warganet karena dianggap melecehkan salah satu simbol negara yakni Bendera Negara Indonesia.

Awalnya, seperti diwartakan TribunPekanbaru, mereka membentangkan sebuah kain berwarna merah dan putih di bawah sebuah pohon. Lalu seorang wanita tampak berada di atas atap untuk mengarahkan posisi kain. 

Setelah itu, delapan wanita berfoto dengan duduk di atas kain yang dibentangkan sebelumnya. Mereka pun berpose beberapa kali dan mengunggahnya di TikTok. 

Banyak netizen yang menganggap kain itu sebagai representasi Bendera Indonesia Sang Merah Putih. Sehingga banyak warganet yang menghujat aksi mereka.

Setelah video itu viral dan mendapat hujatan, mereka kemudian menghapusnya dari TikTok. Kemudian para gadis tersebut membuat video klarifikasi dan meminta agar warganet tidak salah paham atas video yang mereka unggah.

Bukan barang baru

Kasus pelecehan lambang negara tersebut bukan yang pertama kali terjadi. Pasca reformasi, kasus seperti itu yang pertama kali mencuat, dilakukan artis Zaskia Gotik pada Maret 2016. 

Dalam sebuah acara di salah satu stasiun televisi swasta pemilik goyang itik itu menyampaikan, jika lambang sila kelima adalah bebek nungging. Padahal lambang sila kelima merupakan padi dan kapas.

Akibatnya, sejumlah netizen mencibir Zaskia telah melakukan penghinaan terhadap lambang negara Indonesia. Pada saat menggelar patroli cyber, Subdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya melihat dan membaca keluhan serta keresahan masyarakat itu dan meresponnya dengan membuat laporan polisi tipe A.

Menurut CNNIndonesia Zaskia diduga melanggar Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan. Selain itu, ia akan dikaitkan ke Pasal 158 KUHP.

Beruntungnya, Zaskia tidak dijebloskan ke dalam penjara. Ia malah digandeng DPR sebagai Duta Pancasila. 

Tak berselang lama, pada Oktober 2016, kasus serupa terjadi lagi. Kali ini menimpa Ketua Fornt Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab. Putri Presiden Pertama RI Sukarno, Sukmawati Soekarnoputri melaporkan Rizieq ke Bareskrim Polri atas dugaan melecehkan dasar negara, Pancasila. 

Menurut pemberitaan Detikcom, Sukmawati mempermasalahkan pernyataan Rizieq yang menyebut "Pancasila Sukarno Ketuhanan ada di Pantat sedangkan Pancasila Piagam Jakarta Ketuhanan ada di Kepala" yang terekam dalam video YouTube. Selain menghina Pancasila, Sukmawati juga menganggap Rizieq menghina kehormatan dan martabat proklamator, Sukarno.

Karena kasus itu, Penyidik Polda Jabar sempat menetapkan stastus tersangka ke Rizieq terkait dugaan penodaan Pancasila. Lalu setelah lebih dari setahun kasus bergulir, Polda Jabar mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan. Polisi beralasan tidak cukup bukti. 

"Iya (dihentikan) tidak cukup bukti," ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar Kombes Umar Surya Fana kepada detikcom.

Selain Zaskia dan Rizieq Shihab, pria asal Toba Samosir, Sahat Safiih Gurning juga pernah tersandung kasus yang sama. Namun bedanya, ia mendapat konsekuensi hukum atas apa yang ia perbuat.

Sahat meringkuk di penjara selama lima tahun sejak 2016. Ia diadili karena mengubah Pancasila menjadi Pancagila dalam akun Facebook-nya.

Mengutip Detik, Sahat kedapatan memasang foto dirinya menendang Burung Garuda Pancasila dengan kaki kanan di akun Facebook miliknya. Tidak hanya itu, Sahat dalam akun Facebook itu juga menuliskan 'Pancasila itu hanya lambang negara mimpi, yang benar adalah Pancagila'. Sahat mendefinisikan Pancagila yaitu:

1. Keuangan Yang Maha Kuasa.

2. Korupsi Yang Adil dan Merata.

3. Persatuan Mafia Hukum Indonesia.

4. Kekuasaan Yang Dipimpin oleh Nafsu Kebejatan Dalam Persengkongkolan dan Kepurak-purakan.

5. Kenyamanan Sosial Bagi Seluruh Keluarga Pejabat dan Wakil Rakyat.

Atas perbuatannya, Sahat diadili di PN Balige. Ia didakwa melakukan Pasal 68 UU No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta lagu Kebangsaan jo Pasal 154 huruf a KUHP. Pasal 68 UU No 24/2009.

Dalam pasal itu tertulis: Setiap orang yang mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Lambang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.

Harus ada niat jahat

Konsekuensi hukum menyangkut kasus ini memang menuntut kehati-hatian. Pasalnya hal ini juga bersinggungan dengan hak setiap orang untuk berpendapat. 

Oleh karena itu, menurut Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Gandjar Laksmana dikutip Hukum Online berpendapat, yang terpenting dalam penanganan kasus penghinaan terhadap lambang negara mesti membuktikan (niat jahat) dari si pelaku. Niat jahat ini diwujudkan dengan maksud atau kesengajaan dari pelaku saat melakukan tindakan yang diduga menghina lambang negara.

“Penyidik harus mampu membuktikan adanya kehendak jahat. Kehendak jahat ini ditunjukan saat seseorang melakukan tindakan penghinaan terhadap lambang negara,” kata Ganjar.

Dia mengingatkan penyidik Polisi dalam menangani perkara dugaan penghinaan terhadap lambang negara perlu mengedepankan prinsip utama hukum pidana ini yakni unsur niat jahat. Sebab, meski suatu perbuatan memenuhi unsur pidana, tetapi belum tentu perbuatan tersebut layak untuk dipidanakan.

“Dalam hukum pidana tidak semua perbuatan yang memenuhi unsur pidana harus diberikan sanksi. Pertimbangan utamanya, apakah perbuatan dilakukan dengan melawan hukum dan apakah orangnya dapat dipersalahkan?” kata dia. 

Seperti diketahui, Simbol negara diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Dalam beleid yang disahkan pada 9 Juli 2009 ini juga disebutkan simbol-simbol negara sesuai yang telah diatur dalam UUD 1945 meliputi: 

  • Pasal 1 ayat 1 Bendera Negara NKRI adalah Sang Merah Putih. 
  • Pasal 1 ayat 2 Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi nasional yang digunakan di seluruh wilayah NKRI. 
  • Pasal 1 ayat 3 Lambang Negara NKRI adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. 
  • Pasal 1 ayat 4 Lagu Kebangsaan NKRI adalah Indonesia Raya.