Sudahkah Negeri ini Peduli dengan Riset?
Gambar oleh Michal Jarmoluk dari Pixabay

Bagikan:

JAKARTA - Pekan lalu, anggota Komisi XI DPR, Anis Byarawati mengkritik keras pemerintah dalam urusan mengelola riset. Secara tegas Anis mengatakan, negeri ini kurang menghargai riset anak-anak bangsa. Semua bisa terlihat dari berapa anggaran riset yang dialokasikan.

"Hal itu terbukti dari alokasi anggaran penguatan riset dan perkembangan di tanah air yang setiap tahunnya masih di bawah 0,8 persen dari total pendapatan domestik bruto negara," ungkap Anis dalam diskusi Dialektika Demokrasi dengan tema “Vaksin Covid: Masalah atau Solusi?” di Media Center DPR.

Dikutip dari laman resmi DPR, Anis menjelaskan, anggaran riset di Indonesia tahun ini saja hanya Rp 1,37 triliun. Angka ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang mencapai Rp 2,01 triliun. Bahkan juga ditengok selama beberapa tahun belakangan anggaran riset tahun ini termasuk yang paling kecil semenjak 4 tahun terakhir.

Anis kemudian coba membandingkan anggaran riset vaksin Covid-19 di sejumlah negara. Dilansir dari Reuters, Amerika Serikat menggelontarkan dana hingga 1 miliar dollar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp16,3 triliun untuk mengasilkan 1 miliar lebih vaksin. 

Inggris menginvestasikan dana sebesar 65 juta euro atau Rp 1,1 triliun untuk terlibat dalam penelitian global guna menemukan vaksin Covid-19. Pemerintah inggris pun menyebut ada 8 kemungkinan vaksin Corona lagi coba dikembangkan.

Belum lagi yang dilakukan oleh India. Melalui Serum Institute, negara itu mengeluarkan dana 100 juta dollar AS atau sekitar Rp1,6 triliun, diperkirakan akan menyediakan vaksin selama satu tahun meskipun tidak akan efektif. Sedangkan Prancis menganggarkan dana darurat sebesar 50 juta euro atau sekitar Rp 880 miliar, khusus untuk menemukan vaksin melawan virus Corona ini.

"Sementara Indonesia, dengan angka positif Covid-19 per 6 Juli 2020 mencapai 64.958 kasus, anggaran untuk pusat penemuan vaksin virus SARS cov 2 hanya Rp 35 miliar, bahkan mendapat potongan Rp 1,4 miliar.  Anggaran ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan dana hibah sayembara video inovasi tata normal baru yang mencapai Rp 168 miliar, padahal alokasi anggaran itu belum tentu mempercepat penanganan dampak Covid-19," ujarnya.

Nasib miris riset  

Memang, anggaran riset dan teknologi di Indonesia tak secuil dari anggaran buat Polri atau urusan pertahanan negara. Ambil contoh dua tahun lalu. Anggaran Dana Riset Nasional yang ditetapkan pada APBN 2018 sebesar Rp24,9 triliun. Selintas, angka ini terlihat besar. Tapi sebenarnya kecil karena tersebar di berbagai kementerian. Khusus Kemenristekdikti, ada alokasi sebesar Rp41,3 triliun yang diperuntukan bagi keseluruhan aktivitas kementerian. 

Dilansir dari era.id, selain persoalan anggaran yang minim, dunia riset di Indonesia juga masih menghadapi persoalan lain. Optimalisasi peneliti dalam menghasilkan karya yang sesuai dengan Prioritas Riset Nasional (2017-2045) dan upaya untuk terus menggenjot publikasi internasional. 

Dalam hal publikasi internasional, sejatinya, sejak 2014 data lansiran Ditjen Risbang Kemenristekdikti menunjukan peningkatan iuaran publikasi internasional (buku maupun jurnal). Berturut-turut sejak 2014 hingga 2017, peneliti Indonesia telah mempublikasikan 6.425 judul, 7.823 judul, 11.152 judul dan lebih dari 14.200 judul. Angka tersebut membuat Indonesia duduk di peringkat ketiga ASEAN, di bawah Malaysia (20.000-an judul) dan Singapura (15.000-an judul) per 2017. 

Indonesia memiliki rapor yang cukup buruk dalam bidang riset dan pengembangan. Tercatat dalam laporan Global Innovation Index 2017, dari 127 negara Indonesia menempati posisi ke-82. Singapura menduduki posisi tujuh besar, sementara Jepang di posisi ke-14 dan Korea Selatan berada di posisi ke-11. 

Laporan ini lebih mengungkapkan tendensi sebuah negara dalam melakukan riset dan pengembangan. Dari sini terlihat, minat Indonesia dalam melakukan riset dan pengembangan sangat kecil. Walaupun anggaran dan dana memang selalu menjadi polemik, tetapi ada faktor lain yang semestinya diperhatikan. Yaitu minat terhadap riset dan pengembangan, serta budaya berinovasi yang belum dimiliki Indonesia.