Bagikan:

JAKARTA - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut wilayah Pulau Seram, Maluku Tengah memiliki potensi bahaya tsunami non-tektonik, atau tsunami yang bukan disebabkan gempa yang cukup tinggi.

Hasil penelusuran dan verifikasi zona bahaya yang dilakukan BMKG di Pulau Seram menunjukkan sepanjang garis pantai pulau tersebut merupakan laut dalam dengan tebing-tebing curam yang sangat rawan longsor.

"Gempa menjadi trigger terjadinya longsor yang kemudian menyebabkan gelombang. Dalam pemodelan, dapat disimpulkan apakah berpotensi menimbulkan tsunami atau tidak. Bisa saja tidak, tapi ternyata gempa tersebut malah membuat longsor bawah laut yang kemudian memicu tsunami," ujar Dwikorita dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, dilansir Antara, Rabu, 8 September.

Dalam kunjungannya ke Pulau Seram beberapa waktu lalu Dwikorita menyambangi Negeri Samasuru, Negeri Amahai, Kota Masohi, dan Negeri Tehoru.

Di daerah tersebut, selain melakukan verifikasi peta bahaya dan menyusuri jalur evakuasi, Dwikorita dan tim BMKG bersama BPBD setempat, Kepala Pusat Studi Bencana Alam Universitas Pattimura, dan Peneliti dari LIPI dan Badan Geologi secara langsung mendengar kesaksian dan cerita warga tentang terjadinya gempa dan tsunami masa lalu.

"Di Negeri Tehoru saya melihat langsung jejak tanah yang longsor ke laut. Di Samsuru, warga setempat bahkan telah melakukan perhitungan kedalaman laut dari batas bibir pantai, jarak 3 meter dari bibir pantai, kedalaman laut sudah mencapai 23 meter," ujar dia.

Dwikorita mengatakan hingga saat ini belum ada negara yang mampu mendeteksi tsunami non tektonik secara cepat, tepat dan akurat. Sistem peringatan dini yang dibangun negara-negara di dunia adalah sistem peringatan dini tsunami akibat goncangan gempa bumi.

Selama ini, kata dia, yang bisa dilakukan adalah memantau muka air laut dengan buoy atau tide gauge. Namun, cara tersebut kurang efektif, karena sifat alat yang baru bisa menginformasikan usai kejadian tsunami.

Sehingga, saat alat tersebut memberikan peringatan, hal tersebut sudah terlambat lantaran tsunami sudah datang.

"Karena dipicu oleh longsoran bawah laut maka estimasi waktu kedatangan tsunami bisa sangat cepat. Hanya dalam hitungan kurang dari 3 menit, seperti yang terjadi di Palu, Sulawesi Tengah," ujar dia menambahkan

Oleh karena itu, Dwikorita meminta masyarakat yang berada di sepanjang garis pantai di Pulau Seram untuk segera melakukan evakuasi mandiri, apabila merasakan getaran atau guncangan tanah atau gempa bumi, tanpa harus menunggu peringatan dini BMKG.

"Belajar dari pengalaman, tidak usah menunggu peringatan dini tsunami. Segera lari begitu merasakan getaran tanah atau gempa. Jauhi pantai dan segera lari ke bukit-bukit atau tempat yang lebih tinggi," pinta Dwikorita.

Lebih lanjut Dwikorita mengatakan bahwa Kepulauan Maluku memiliki sejarah panjang gempa bumi dan tsunami. Oleh karenanya, Ia berharap Pemerintah Daerah dengan pihak terkait dapat melakukan berbagai upaya mitigasi guna mengurangi dampak dan risiko kerugian, jika sewaktu-waktu bencana gempa dan tsunami terjadi.

Dwikorita mengatakan masyarakat harus terus dilatih sehingga tahu apa yang harus dilakukan saat bencana terjadi, disamping penyiapan tempat evakuasi yang secepat mungkin dapat dicapai, melalui jalur-jalur evakuasi yang aman yang disertai rambu-rambu yang jelas.