JAKARTA - Pengecatan ulang Pesawat Kepresidenan Indonesia-1 atau BBJ 2 menimbulkan kritik akibat dilakukan di tengah pandemi COVID-19. Presiden Joko Widodo (Jokowi) dianggap tidak peka terhadap kondisi yang ada di Tanah Air saat ini dan dianggap foya-foya membuang anggaran.
Kabar pengecatan ulang pesawat bertipe Boeing 737-800 itu awalnya disampaikan oleh pengamat penerbangan Alvin Lie melalui akun Twitter miliknya. Dia mengatakan pengecatan ulang pesawat itu tidak memiliki urgensi dan membuang uang yang harusnya bisa dialokasikan untuk kebutuhan yang lebih mendesak.
"Hari gini masih saja foya foya ubah warna pesawat kepresiden," tulis Alvin di akun Twitter pribadinya yang dikutip Selasa, 3 Agustus.
Dirinya memprediksi pengecatan ulang pesawat yang tadinya berwarna kombinasi biru dan putih menjadi merah dan putih memakan biaya fantastis. Alvin memprediksi pemerintah telah mengeluarkan anggaran hingga 100-150 ribu dolar Amerika Serikat atau dalam rupiah sekitar Rp1,4 miliar hingga Rp2,1 miliar.
Peneliti Forum Indonesia untuk Tranparansi Anggaran (FITRA) Gunardi Ridwan juga menyampaikan kritiknya dan meminta Presiden Jokowi minta maaf atas pengecatan pesawat tersebut. Apalagi, anggaran yang dikeluarkan tidak sedikit.
"Saya rasa presiden perlu memberikan konfirmasi dan permintaan maaf ke publik, agar tidak terjadi kegaduhan di masyarakat dan menjaga wibawa pemerintahan pusat," ungkap Gunardi.
Dirinya menganggap pengecatan ulang Pesawat BBJ 2 ini adalah sebuah pemborosan dan bukan hal yang mendesak sehingga tak perlu dilakukan saat ini.
"Saya juga tidak tahu seberapa sering presiden menggunakan pesawat atau heli kepresidenan. Jika jadwalnya menurun karena situasi pandemi, sebaiknya anggarannya dialihkan ke sektor yang lebih membutuhkan," kata Gunardi.
Kritikan yang datang akibat pengecatan pesawat ini lantas ditanggapi Kepala Sekretariat Presiden (Kasetpres) Heru Budi Hartono. Dia mengatakan langkah ini bukan bentuk pemborosan karena tidak mengambil anggaran dari penanganan pandemi COVID-19.
Heru memaparkan pengecatan tersebut telah direncanakan sejak lama atau sekitar dua tahun lalu yaitu pada 2019. Adapun perubahan warna dilakukan untuk memperingati Hari Kemerdekaan RI ke-75 pada 2020 lalu.
"Pengecatan Pesawat BBJ 2 sudah direncanakan sejak tahun 2019 terkait dengan perayaan HUT ke-75 Kemerdekaan Republik Indonesia di tahun 2020," kata Heru kepada wartawan.
BACA JUGA:
Mengapa baru dicat di tahun 2021?
Heru menjelaskan pengecatan tersebut baru dilakukan tahun ini karena proses pengerjaannya sebenarnya satu paket dengan Helikopter Super Puma dan Pesawat RJ. Hanya saja, Pesawat BBJ 2 ternyata belum memasuki jadwal perawatan rutin.
"Sehingga yang dilaksanakan pengecatan lebih dahulu adalah Heli Super Puma dan Pesawat RJ," ungkapnya.
Menurutnya, perawatan tersebut harus dilakukan secara rutin dan sesuai dengan interval waktu yang ditentukan. Hal ini juga disesuaikan dengan rekomendasi pabrik.
"Perawatan rutin Pesawat BBJ 2 jatuh pada tahun 2021 merupakan perawatan Check C sesuai rekomendasi pabrik maka tahun ini dilaksanakan perawatan sekaligus pengecatan yang bernuansa merah putih sebagaimana telah direncanakan sebelumnya. Waktunya pun lebih efisien, karena dilakukan bersamaan dengan proses perawatan," kata Heru.
Dirinya menegaskan anggaran untuk merawat pesawat kepresidenan itu sudah masuk ke dalam APBN. Lagipula, untuk pendanaan penanganan COVID-19 Kementerian Sekretariat Negara juga telah melakukan refocusing anggaran pada APBN 2020 dan APBN 2021.
"Pengecatan pesawat ini telah direncanakan sejak tahun 2019, serta diharapkan dapat memberikan kebanggaan bagi bangsa dan negara," tegasnya.
"Dapat pula kami tambahkan bahwa proses perawatan dan pengecatan dilakukan di dalam negeri. Sehingga secara tidak langsung mendukung industri penerbangan dalam negeri, yang terdampak pandemi," pungkasnya.