Meski Berdinamika, Tokoh Papua Ini Anggap Toleransi di Wilayahnya Sudah Baik dengan Filosof 'Satu Tungku Tiga Batu'
Ilustrasi (Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Di tengah dinamika sosial di Papua, salah satu tokoh Papua bernama Safar Furuada memandang sejatinya hubungan toleransi masyarakat Papua sudah cukup baik. Entah kehidupan sosial antar suku, agama, dan golongan di Papua. 

Jika membangun masjid, kata Safar, selalu ada uluran tangan dari masyarakat yang beragama lain terutama kristiani.

“Bahkan, kadang-kadang mereka tersinggung kalau hajat mendirikan bangunan mereka tidak diundang. Karena mereka satu persaudaraan seperti tercermin dalam semboyan 'satu tungku tiga batu' yang sudah mandarah daging dalam masyarakat Papua,” kata Safar dalam keterangannya, Jumat, 30 Juli.

Tungku merupakan simbol dari kehidupan. Sedangkan tiga batu bermakna saya, kau dan dia. Filosofi ini bermakna hidup dalam satu wadah persaudaraan. 

Safar menuturkan, pesisir Papua telah mengalami proses kepemimpinan dari suku, kerajaan, dan akhirnya masuk dalam kepemimpinan resmi NKRI, sehingga tiga masa kepemimpinan itu sudah terbentuk lebih moderat kepada hal-hal yang datangnya dari luar.

Namun, ia juga mengakui dengan teman-teman lainnya yang di pegunungan yang prosesnya dari kepemimpinan suku langsung ke NKRI. Sehingga, ia menganggap dinamika perubahan menuju NKRI dulu kala lebih pelik dan lebih mudah berkonflik. "Sehingga, boleh jadi itu mempengaruhi (konflik)," ungkapnya.

Dosen Universitas Islam Negeri Sultan Hasanudin Serang, Muhammad Sofin mengungkapkan hasil studi lapangan yang berlangsung sejak Mei hingga Juni 2019. Hasilnya, indeks toleransi beragama di Papua adalah 82. Hal ini merupakan peringkat yang cukup tinggi.

Meskipun terkadang terjadi gesekan antata masyarakat adat dan metropolis, antara pribumi dengan perantau, dan politisasi identitas, Sofin menganggap ada pencanangan zona integritas kerukunan umat beragama, membangun inter-religius dialog, dan melakukan penguatan toleransi berbasis kearifan lokal.

"Jadi, bahwa tidak benar jika Papua hanya dipenuhi dengan konflik, kekerasan, dan keterbelakangan. Seolah-olah kehidupan di Papua sangatlah tidak bersahabat dan menjadi ladang penindasan," tutur dia.