JAKARTA - Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) disebut sebagai upaya Pemerintah untuk membangun landasan atau aturan yang paling komprehensif demi menjaga data pribadi masyarakat Indonesia, khususnya di era kemajuan teknologi yang membuat pertukaran data semakin lebih mudah dan tak terbatas.
Hal itu disampaikan oleh Koordinator Hukum dan Kerja Sama Direktorat Jendral Aptika Kementerian Kominfo Josua Sitompul, kemudian menjelaskan langkah tersebut diambil pemerintah guna menggodok aturan yang dianggap krusial di era keterbukaan informasi saat ini.
“Jika dilihat dari milestones aturan perlindungan data pribadi mulai dari PP 82/2012 yang akhirnya diturunkan ke Permen 20/2016, lalu dilanjutkan PP 71/2019 lalu. Maka kita bisa lihat usaha nasional Pemerintah membangun landasan yang lebih komprehensif untuk melindungi data masyarakat,” kata Josua dalam webinar, Rabu (16/6) malam.
Ada pun hal-hal yang terkandung dalam RUU PDP menjelaskan makna filosifis dari perlindungan data pribadi, legal basis, prinsip perlindungan data pribadi, konsep data controller dan data proccesor, hak subjek data pribadi, dan kewajiban data controller dan data processor.
Jika pada aturan-aturan sebelumnya makna filosofis mengenai Perlindungan Data Pribadi (PDP) sudah dicantumkan, di dalam RUU PDP makna filosofis dari PDP dijelaskan secara lebih mendalam.
Contoh lainnya yang paling terlihat perbedaannya adalah pembahasan mengenai kewajiban data controller dan data processor.
“Jika di aturan sebelumnya PP 71/2019, aturan itu disebut sebagai tata kelola dalam sistem elektronik sehingga konteksnya terlalu luas dan mencakup kesatuan sistem itu. Tapi kalau di RUU PDP terkait kewajiban data controller dan data processor maka kewajiban pengelola aplikasi tidak hanya pada sistem, tapi benar- benar secara khusus membahas perlindungan data pribadi,” kata Josua.
RUU PDP pun diharap dapat mengharmonisasikan kehadiran UU dari masing- masing sektor kerja seperti yang dianut dari UU ITE dan turunannya seperti UU Perbankan, UU Telekomunikasi, UU Administrasi Kependudukan, dan UU Kesehatan sejak 2008.
Harapan itu disampaikan oleh Co-Founder Asosiasi Praktisi Perlindungan Data Indonesia (APPDI) Danny Kobrata yang mengharapkan kehadiran RUU PDP dapat lebih memperkuat lini keamanan perlindungan data pribadi di Indonesia.
“Dengan banyaknya sektor yang berbeda- beda seperti kesehatan, perbankan, telekomunikasi. RUU PDP ini diharapkan bisa mengharmonisasikan atau merampingkan penggunaan data sehingga tidak terjadi kebingungan aturan lintas sektor dan kebingungan di masyarakat. Tentunya dengan harmonisasi itu potensi kebocoran data pribadi bisa diperkecil karena pengawasan dan penegakan hukum dilakukan di satu titik dan membuat law enforcement lebih kuat jika ditemukan pelanggaran,” ujar Danny.
RUU PDP sudah masuk ke dalam daftar Prolegnas sejak 2019, dan hingga Juni 2021 rancangan UU yang diajukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika itu pun masih dibahas.
Diharapkan tahun ini merupakan tahun terakhir RUU PDP dibahas dan dapat segera disahkan menjadi UU sehingga aturan itu dapat lebih mengikat para pengembang aplikasi atau para pemilik sekaligus pengolah data pribadi agar tidak melakukan pelanggaran terhadap data masyarakat Indonesia.