Sembilan Poin Penting Pembahasan RUU Minerba yang Disepakati DPR dan Pemerintah
Ilustrasi (Foto: Khusen Rustamov, Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah bersama Komisi VII DPR RI telah menyepakati sejumlah poin pembahasan revisi undang-undang (RUU) nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) untuk kemudian diambil keputusan.

Ketua panitia kerja (Panja) RUU Minerba Bambang Wuryanto mengatakan, poin yang pertama mengenai jaminan dari pemerintah pusat tidak melakukan perubahan pemanfaatan ruang dan kawasan wilayah izin usaha pertambangan (WIUP), wilayah pertambangan rakyat (WPR), wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) yang telah ditetapkan.

"Ini permintaan pemerintah agar investor tidak lari, jadi 'kata' menjamin kami cantumkan, tetapi agar lebih menguatkan," tutur Bambang, dalam rapat kerja Komisi VII dengan Kementerian ESDM secara virtual, Senin, 11 Mei.

Kedua, usaha pertambangan dilaksanakan berdasarkan perizinan berusaha dari pemerintah pusat. Izin terdiri atas izin usaha pertambangan (IUP), izin usaha pertambangan khusus (IUPK). IUPK sebagai kelanjutan operasi, kontrak karya, izin pertambangan rakyat (IPR), surat izin penambangam batubara (SIPB), izin penugasan, izin penangkutan dan penjualan, izin usaha jasa pertambangan, dan izin usaha pertambangan untuk penjualan.

Terkait pemberian izin, kata Bambang, pemerintah pusat dapat mendelegasikan kewenangan perizinan berusaha kepada gubernur dengan catatan SIPB dan IPR sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

"Jadi yang kemarin bahasanya langsung keluar izin, bahasanya diubah menjadi perizinan berusaha. Karena masuk dalam rangka mengakomodasi RUU Cipta Kerja," jelasnya.

Ketiga, terkait bagian pemerintah daerah dari hasil kegiatan pertambangan, jika sebelumnya pemerintah provinsi hanya dapat 1 persen, melalui RUU ini ditingkatkan menjadi 1,5 persen.

"Keempat, adanya kewajiban bagi pemegang IUP dan IUPK untuk menggunakan jalan pertambangan dalam pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan. Jalan pertambangan tersebut dapat dibangun sendiri atau kerja sama," tuturnya.

Kelima, adanya kewajian bagi pemegang IUP dan IUPK untuk mengalokasikan dana untuk melaksanakan program pengembangan dan pemberdayaan yang besar minimumnya ditetapkan oleh menteri.

"Jadi ada kewajiban dari para pengusaha, PT dan badan-badan usaha untuk menyisihkan dana agar program pengembangan bisnis dan pemberdayaan masyarakat diserahkan kepada pemerintah dan nanti yang melakukan evaluasi terhadap bisnis tersebut adalah pemerintah," katanya.

Keenam, kewajiban bagi badan usaha pemegang IUP operasi produksi atau IUPK operasi produksi yang sahamnya dimiliki oleh asing untuk melakukan divestasi saham secara langsung sebesar 51 persen, secara berjenjang kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, dan/atau badan usaha swasta nasional.

Selanjutnya, ketujuh, kewajiban bagi badan usaha pemegang IUP operasi produksi dan IUPK operasi produksi untuk menyediakan dana ketahanan cadangan mineral dan batu bara yang dberikan untuk kegiatan penemuan cadangan baru.

Kedelapan, pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Poduksi diwajibkan untuk melakukan reklamasi pascatambang hingga 100 persen, sebelum mengembalikan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) atau Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK).

Kesembilan, inspektur tambang menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dalam aturan ini.

"Tanggung jawab pengelolaan anggaran, sarana, prasarana serta operasi inspektur tambang dibebankan pada menteri," tuturnya.