Curhatan Ketua KPU soal Kotak Suara dan Tinta Pemilu Jelang Pilkada 2020
Ketua KPU Arief Budiman dalam acara Rapat Kerja bersama jajaran KPU Jawa Tengah, Banyumas, Jawa Tengah, Kamis, 29 November (Diah Ayu Wardani/VOI)

Bagikan:

BANYUMAS - Ketua KPU Arief Budiman mengingat kembali soal kotak suara Pemilu 2019 yang mendapatkan sentimen negatif dari berbagai kalangan. Meski polemik ini sudah lewat berbulan-bulan, dia masih bingung penggunaan kotak suara yang dirancangnya itu bisa mendapat penolakan.

Kotak suara Pemilu 2019 ini mendapat resistensi karena bahannya yang terbuat dari karton tebal atau kardus. Menurut Arief, bahan yang digunakan untuk kotak suara di Indonesia lebih baik dari negara lain. Meksiko dan Taiwan, kata Arief, bahkan menggunakan bahan yang lebih tipis dari Indonesia. Itu dia pastikan sendiri ketika melakukan kunjungan ke dua negara tadi.

"Di sana itu (Meksiko dan Taiwan), kotak suaranya jauh lebuh ringan, lebih simpel dibandingkan kotak suara karton kedap air yang dibikin oleh KPU RI. Tapi, pemilu di sana enggak pakai ribut, tenang-tenang saja," tutur Arief pada Rapat Kerja bersama jajaran KPU Jawa Tengah, Banyumas, Jawa Tengah, Kamis, 29 November.

Selain soal kotak suara, Arief juga membandingkan soal tinta pemilu. Di luar negeri, setiap orang yang sudah menyalurkan suaranya, hanya membubuhkan coretan spidol pada jari mereka. Sementara, di Indonesia, jari pemilih dicelupkan ke tinta pemilu yang tak akan hilang dalam waktu tertentu.

Ketua KPU Arief Budiman saat memasukan surat suara ke kotak suara yang berbahan karton (Diah Ayu Wardani/VOI)

Dia tak mau ada resistensi seperti ini terjadi lagi di kemudian hari. Karenanya, di depan jajaran KPU kabupaten/kota se-Jawa Tengah, dia meminta mereka membangun kepercayaan publik terhadap penyelenggaraaan Pemilu, terutama Pilkada 2020 yang sebentar lagi digelar.

Caranya, pertama, bekerja transparan. "Kalau orang tahu apa yang kita lakukan, maka mereka tidak akan berprasangka ada sesuatu yang disembunyikan oleh kita. Tapi kalo kita kerjanya sembunyi2, orang udah curiga," ujar Arief. 

"Kalau orang tidak percaya terhadap penyelenggaraannya dia tidak akan dipercaya dengan hasilnya. kalau dia tidak percaya terhadap hasilnya, Maka hasilnya akan menimbulkan konflik," tambahnya.

Kedua, anggota KPU mesti kerja profesional. Artinya, jajaran penyelenggara pemilih mesti paham semua regulasi dalam menjalankan kerjanya. Serta, ketiga adalah berintegritas, yaitu kerjanya sesuai aturan.