Bagikan:

JAKARTA - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) merekomendasikan agar Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) kembali menjadi lembaga tertinggi. Dengan begitu, secara otomatis pemilihan presiden tidak lagi dipilih oleh rakyat melainkan dipilih MPR.

Ketua DPP PDIP Puan Maharani, menilai usulan tersebut harus ada kajian terlebih dahulu terhadap rekomendasi PBNU yang ingin mengembalikan pemilihan presiden oleh MPR.

Puan berujar, rekomendasi itu nantinya bakal dibahas dikomisi terkait untuk melihat apakah pemilihan presiden melalui MPR bermanfaat dan berfaedah atau justru sebaliknya, yakni menjadikan demokrasi Indonesia mundur ke belakang.

"Itu akan dibahas di Komisi II, wacana tersebut kan masih menjadi satu wacana yang harus kita lihat itu kajiannya. Apakah kita kembali ke belakang mundur? Apakah itu akan ada manfaat dan faedahnya ke depan?", kata Puan di Gedung DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis, 28 November.

Ketua DPR ini mengaku, enggan menanggapi lebih banyak soal rekomendasi tersebut. Sebab nantinya rekomendasi PBNU harus melalui kajian. Namun, Puan menegaskan, pemilihan langsung yang sudah diselanggarakan selama ini telah berjalan baik.

"Tapi kan kita sudah melakukan pemilu langsung ini berkali-kali dan kita sudah berjalan dengan baik dan lancar. Walau ada case by case yang tidak sesuai harapan kita. Itu bukan berarti pemilu tidak berjalan baik dan lancar," jelasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid mengatakan, pihaknya menerima masukan PBNU mengenai pemilihan presiden dikembalikan kepada MPR.

Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid (Mery Handayani/VOI)

Menurut Jazilul, Fraksi PKB di Parlemen akan melihat rekomendasi PBNU sebagai nasihat yang perlu dipertimbangkan baik dan buruknya. PKB juga akan memastikan rekomendasi PBNU tersebut dapat diterima oleh seluruh fraksi.

"Tentu fraksi PKB akan menerima itu sebagai masukan, nasihat sekaligus kami akan berfikir apakah nanti ide atau arahan dari PBNU akan diterima dari semua fraksi yang ada," katanya.

Jazilul berujar jika nantinya rekomendasi PBNU untuk presiden dipilih MPR dapat diterima, artinya PKB berhasil meyakinkan seluruh fraksi.

"Kalau semua fraksi yang ada menerima berarti pkb berhasil meyakinkan apa yang menjadi rekomendasi PBNU," jelasnya.

Berbeda dengan dua partai di atas. Penolakan tegas disampaikan oleh partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ketua DPP Partai Demokrat Jansen Sitindaon mengatakan, hak rakyat untuk memilih langsung pemimpinnya tidak boleh dicabut dan dibatalkan.

"Sederhananya dalam tataran praktek, kalau Presiden kembali dipilih MPR, yang menentukan itu ya hanya 9 orang ketua umum partai di parlemen saja. Masak negeri berpenduduk 260 juta ini yang menentukan Presidennya hanya 9 orang saja," tutur Jansen.

Jansen menjelaskan, memilih langsung Presiden secara langsung adalah salah satu hak politik yang hilang di era Orde Baru. Ia menilai, dengan mengembalikan pemilihan presiden kepada MPR, Indonesia akan mengalami kemunduran.

"Kalau pemilihan langsung ini ada kekurangannya ya kita perbaiki. Bukan 'gebyah uyah' dikembalikan ke MPR. Misalnya soal money politics atau politik berbiaya tinggi. Yang kita perkuat lembaga pengawasannya," tuturnya.

"Apakah ada jaminan kalau dipilih oleh MPR pasti akan bersih dari money politics?," sambungnya.

Menurut Jansen, jika yang dikhawatirkan pemilu selanjutnya panas seperti Pilpres 2019. Maka yang harus dilakukan adalah menutunkan presidental threshold-nya, sehingga akan banyak muncul calon. Dengan begitu,masyarakat jadi punya banyak alternatif pilihan.

"(Masyarakat) juga tidak akan terbagi ke dua kelompok saja seperti kemarin. Selain itu pemilunya kembali dipisah, bukan seperti kemarin legislatif dan pilpres dibuat bareng. Satu jenis pemilu saja sudah buat panas, apalagi dua jenis pemilu digabung. Jadi kami Demokrat menolak, mengembalikan kedaulatan rakyat memilih Presiden ini ke tangan MPR. Kalau ada kekurangan mari kita perbaiki," terangnya.

Sekadar informasi, rekomendasi PBNU itu disampaikan langsung oleh Ketua PBNU Said Aqil saat menerima kunjungan dari Pimpinan MPR di PBNU terkait amandaen UUD 1945.

Said mengatakan, rekomendasi ini berangkat dari kenyataan pemilu berbiaya tinggi. Selain itu, pemilihan presiden secara langsung juga dapat menimbulkan gejolak di masyarakat yang terbelah karena berbeda pilihan.