Bagikan:

YOGYAKARTA - Tradisi Nyadran adalah sebuah warisan budaya yang kaya makna, dan masih hidup dan berkembang di tengah masyarakat Indonesia, terutama di Pulau Jawa.

Lebih dari sekadar ritual ziarah kubur, mari mengenal tradisi Nyadran lebih dekat sebagai perwujudan rasa syukur, penghormatan kepada leluhur, dan pengingat akan kematian.

Mengenal Tradisi Nyadran

Dilansir dari laman Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, Nyadran adalah sebuah tradisi yang masih kuat berakar dalam masyarakat Jawa, yang menjadi manifestasi dari penghormatan kepada leluhur dan rasa syukur atas segala berkat yang diterima.

Kata "Nyadran" sendiri berasal dari bahasa Sanskerta, "Sraddha," yang berarti keyakinan, mencerminkan esensi dari tradisi ini yang berlandaskan pada kepercayaan dan penghormatan.

Tradisi Nyadran tidak hanya sekadar ritual ziarah kubur, tetapi juga mengandung nilai-nilai luhur seperti kebersamaan, gotong royong, dan pengingat akan kematian. Nyadran juga seringkali dikaitkan dengan bulan Ruwah dalam kalender Jawa, sehingga tak jarang disebut juga Ruwahan.

Baca juga artikel yang membahas Kebiasaan Orang Jepang sebelum Tidur yang Dapat Meningkatkan Kualitas Hidup

Sejarah Nyadran

Sejarah mencatat bahwa Nyadran merupakan hasil akulturasi antara budaya Jawa dan Islam. Proses adaptasi ini menghasilkan tradisi yang kaya akan simbolisme dan makna, di mana nilai-nilai Islam bersanding harmonis dengan kearifan lokal Jawa.

Lebih lanjut, seorang peneliti bernama Yanu Endar Prasetyo menjelaskan bahwa Nyadran, atau Sadranan, adalah tradisi masyarakat Jawa yang dilaksanakan pada bulan Sya'ban (kalender Hijriyah) atau Ruwah (kalender Jawa).

Adapun tujuan utama Nyadran adalah untuk mengungkapkan rasa syukur secara kolektif dengan mengunjungi makam leluhur di suatu wilayah.

Nyadran menjadi momentum penting untuk mendoakan leluhur yang telah berpulang, merenungi bahwa setiap manusia pasti mengalami kematian, serta mempererat tali silaturahmi dan gotong royong antar warga masyarakat.

Kemudian melalui kegiatan kembul bujono (makan bersama), tradisi Nyadran juga menjadi sarana untuk menjaga keharmonisan dan kerukunan bertetangga.

Rangkaian Kegiatan dalam Tradisi Nyadran

Tradisi Nyadran melibatkan serangkaian kegiatan yang mencerminkan nilai-nilai luhur dan kebersamaan masyarakat Jawa. Berikut ini adalah tahapan-tahapan utama dalam tradisi Nyadran:

  • Besik

Diawali dengan besik, yaitu kegiatan membersihkan makam leluhur dari rerumputan liar dan kotoran. Aktivitas ini umumnya dilakukan secara gotong-royong oleh masyarakat dan antar anggota keluarga sebagai wujud bakti kepada leluhur.

  • Kirab

Setelah pembersihan makam, biasanya diadakan kirab, yaitu arak-arakan peserta Nyadran menuju tempat upacara adat. Kirab ini menjadi simbol kebersamaan dan partisipasi seluruh masyarakat dalam melestarikan tradisi.

  • Ujub

Sesampainya di tempat upacara, pemangku adat akan menyampaikan ujub atau maksud dari serangkaian upacara adat Nyadran. Ujub ini berisi harapan dan tujuan dari pelaksanaan Nyadran bagi masyarakat.

  • Doa

Kemudian, pemangku adat memimpin doa bersama yang ditujukan kepada arwah leluhur. Doa ini kemudian sebagai permohonan berkat dan ampunan bagi leluhur yang telah mendahului.

  • Kembul Bujono dan Tasyukuran

Rangkaian Nyadran dilanjutkan dengan kembul bujono atau makan bersama. Setiap keluarga akan membawa makanan tradisional seperti ayam ingkung, sambal goreng ati, urap sayur, prekedel, tempe, dan tahu bacem.

Makanan-makanan ini kemudian didoakan oleh pemuka agama setempat. Setelah didoakan, makanan ditukar antar keluarga dan disantap bersama sebagai wujud syukur dan mempererat tali silaturahmi.

Selain mengenal tradisi nyadran, ikuti artikel-artikel menarik lainnya juga ya. Ingin tahu informasi menarik lainnya? Jangan ketinggalan, pantau terus kabar terupdate dari VOI dan follow semua akun sosial medianya!