JAKARTA - Rakyat Palestina memilih untuk kembali ke Jalur Gaza meski wilayah dihancurkan, menegaskan keinginan itu harus dihormati semua pihak, kata Duta Besar Palestina untuk PBB Riyad Mansour.
Itu dikatakan Duta Besar Mansour, menyusul ungkapan Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengenai pemindahan permanen warga Gaza lantaran wilayah tersebut telah hancur akibat perang.
"Tanah air kami adalah tanah air kami, jika bagian dari tanah air kami dihancurkan, Jalur Gaza, rakyat Palestina memilih untuk kembali ke sana," katanya, dikutip dari The Times of Israel 5 Februari.
"Dan saya pikir para pemimpin dan masyarakat internasional harus menghormati keinginan rakyat Palestina," tegasnya.
Sebelumnya, Presiden Trump mengutarakan pemindahan permanen warga Palestina dari Jalur Gaza yang hancur akibat perang, saat menerima kunjungan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

Ia mengatakan, warga Palestina di wilayah kantong itu tidak punya pilihan selain meninggalkan daerah tersebut yang harus dibangun kembali setelah hampir 16 bulan perang.
"Itu adalah lokasi pembongkaran," kata Presiden Trump sebelum bertemu PM Netanyahu, melansir Reuters.
"Jika kita dapat menemukan sebidang tanah yang tepat, atau banyak sebidang tanah, dan membangun tempat yang sangat bagus untuk mereka dengan banyak uang di daerah itu, itu sudah pasti. Saya pikir itu akan jauh lebih baik daripada kembali ke Gaza," urainya.
"Saya tidak tahu bagaimana mereka (Palestina) bisa tetap tinggal," jawab Presiden Trump ketika ditanya tentang reaksi para pemimpin Palestina dan Arab terhadap usulannya.
Dengan Netanyahu di sampingnya di Ruang Oval, Trump kemudian membuat pernyataan serupa, menyarankan agar warga Palestina meninggalkan Gaza untuk selamanya "di rumah yang bagus dan di mana mereka bisa bahagia dan tidak ditembak, tidak dibunuh."
"Mereka tidak akan ingin kembali ke Gaza," katanya.

Kendati demikian, Presiden Trump mengatakan kepada PM Netanyahu, Ia tidak menginginkan adanya permukiman Israel di Jalur Gaza.
Pembangunan permukiman Israel di Gaza digemakan oleh mitra koalisi sayap kanan Pemerintahan PM Netanyahu.
Diketahui, sejumlah pembela hak asasi manusia telah menyamakan gagasan Presiden Trump dengan pembersihan etnis.
Pengusiran paksa penduduk Gaza kemungkinan besar akan menjadi pelanggaran hukum internasional dan akan ditentang keras tidak hanya di wilayah tersebut, tetapi juga oleh sekutu-sekutu Washington di Barat.
Dalam pernyataan pers Sabtu lalu, kelompok militan Palestina Hamas yang berkuasa di Gaza mengutuk pemindahan permanen warga Palestina dari wilayah kantong tersebut.
BACA JUGA:
Pemimpin senior Hamas Sami Abu Zuhri mengatakan "rencana untuk memindahkan warga Palestina dari Gaza tidak masuk akal dan tidak ada artinya," seperti dikutip dari Middle East Monitor.
Ia menegaskan, "apa yang gagal dicapai oleh pendudukan Israel dengan kekerasan, tidak akan tercapai melalui manuver politik.”
Menyebut rencana itu sebagai "resep untuk kekacauan dan ketegangan lebih lanjut di wilayah tersebut", Abu Zuhri menyatakan "pengumuman berulang-ulang AS tentang pemindahan warga Palestina dari Jalur Gaza dengan dalih rekonstruksi mencerminkan keterlibatan yang terus-menerus dalam kejahatan tersebut."