Bagikan:

JAKARTA - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi PKB, Hindun Anisah menuntut pemerintah untuk melakukan high diplomacy dalam melindungi pekerja migran Indonesia (PMI).

Menurutnya, Presiden Prabowo Subianto perlu mencontoh langkah Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur yang pernah menyelamatkan nyawa tenaga kerja dari ancaman hukum mati.

Hal itu disampaikan Hindun menanggapi penyusunan RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU No 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI). Diketahui, Tim Ahli Baleg DPR telah menyampaikan penyusunan perubahan UU PMI di Gedung DPR RI, Kamis, 30 Januari, kemarin.

Menurut Hindun, dibutuhkan high diplomacy atau diplomasi tingkat tinggi untuk menyelesaikan permasalahan pekerja migran.

“Kita menuntut pemerintah untuk melakukan high diplomacy, seperti dulu yang dilakukan Presiden Gus Dur. Gus Dur pernah menggagalkan dan menunda eksekusi mati kepada salah satu pekerja migran di Arab Saudi,” ujar Hindun, Jumat, 31 Januari.

Legislator PKB dari Dapil Jawa Tengah II itu mengatakan, Gus Dur pernah melakukan diplomasi tingkat tinggi kepada Raja Arab Saudi Fahd bin Abdul Aziz untuk menangguhkan hukum mati terhadap pekerja migran dari Madura Siti Zaenab pada 1999. Diplomasi Gus Dur pun berhasil dan eksekusi mati terhadap Zaenab akhirnya ditunda.

Selain Zaenab, Gus Dur juga pernah menyelamatkan nyawa pekerja migran dari Lombok Tengah, NTB, Adi bin Asnawi dari hukuman mati pada 2005. Walaupun saat itu Gus Dur tidak lagi menjabat sebagai presiden, dia tetap berusaha melobi Perdana Menteri Malaysia Abdullah Ahmad Badawi. Lobi Gus Dur berhasil dan Adi akhirnya dibebaskan, kemudian dipulangkan ke Indonesia.

Menurut Hindun, diplomasi tingkat tinggi yang dilakukan Gus Dur itu bisa ditiru pemerintah Indonesia dalam melindungi dan menyelesaikan persoalan pekerja migran di berbagi negara. Dia mengatakan, diplomasi tingkat tinggi sering dilakukan pemimpin tertinggi di negara tetangga, seperti Filipina dalam melindungi pekerja mereka.

“Pemimpin tertinggi di sana sering melakukan high diplomacy dengan negara penempatan pekerja migran. High diplomacy sangat penting dilakukan untuk melindungi pekerja migran Indonesia,” beber Hindun.

Hindun juga menyoroti persoalan tenaga kerja yang dikirim dan ditempatkan melalui skema goverment to goverment (G to G), perjanjian antara pemerintah dengan pemerintah negara tujuan penempatan. Salah satunya penempatan pekerja di Korea Selatan.

“Kebanyakan pekerja migran yang bermasalah di Korea Selatan adalah pekerja yang prosedural, G to G. Tapi kemudian di tengah jalan, mereka ada masalah. Ada yang kabur dan menghadapi masalah lainnya,” kata Hindun.