Bagikan:

JAKARTA - Komisi II DPR bersama Kemendagri dan penyelenggara pemilu telah menyetujui jadwal pelantikan kepala daerah terpilih periode 2024-2029. Kepala daerah yang tidak menghadapi sengketa pilkada di MK akan dilantik pada 6 Februari 2025. 

Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PKB Ali Ahmad meminta pemerintah untuk segera menerbitkan peraturan presiden (Perpres) yang akan menjadi dasar hukum dalam pelantikan. Sebab dengan begitu, pelantikan kepala daerah tidak dilakukan serentak lantaran ada beberapa diantaranya masih menghadapi sengketa. 

Ali menilai Kementerian Dalam Negeri harus segera menyusun Perpres yang baru untuk mengganti Perpres Nomor 80 Tahun 2024 tentang Pelantikan Kepala Daerah.

“Perpres harus segera diterbitkan, karena waktu pelantikan semakin dekat. Perpres menjadi payung hukum dalam pelantikan kepala daerah terpilih,” ujar Ali, Kamis, 23 Januari.

Dia menjelaskan, dalam Perpres Nomor 80 Tahun 2024 disebutkan bahwa pelantikan gubernur dan wakil gubernur dilaksanakan serentak pada 7 Februari 2025 dan pelantikan bupati dan wakil Bupati serta wali kota dan wakil wali kota pada 10 Februari 2025 di ibu kota provinsi.

Menurut Ali, keputusan rapat di Komisi II DPR tidak sama dengan Perpres yang sudah ada.

Karena itu, dia menilai pemerintah harus segera membuat Perpres yang baru sesuai dengan kesepakatan baru yang telah dibuat dalam rapat kerja Komisi II bersama pemerintah dan penyelenggara pemilu, Rabu, 22 Januari, kemarin. 

Rencananya, presiden akan melantik semua kepala daerah terpilih, baik gubernur dan wakil gubernur maupun bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota. Sebenarnya hal itu telah diatur dalam Pasal 164B UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada.

Pasal 164B menyebutkan presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan dapat melantik bupati dan wakil bupati serta wali kota dan wakil wali kota secara serentak.

“Artinya selain melantik gubernur, presiden juga dapat melantik secara serentak semua kepala daerah. Pelantikan oleh presiden terhadap semua kepala daerah akan menjadi sejarah pertama kali dilaksanakan,” jelasnya.

Ali menilai keputusan tersebut harus menjadi catatan serius bagi pelaksanaan Pilkada 2024. Menurutnya, jadwal pelantikan dan sengketa di MK menunjukkan kelemahan dalam penyusunan UU dan peraturan terkait yang sudah pasti merugikan baik materiil maupun immateriil.

“Perlu evaluasi menyeluruh terhadap semua regulasi terkait kepemiluan. Gagasan minibus Law dapat menjadi pilihan, khususnya menyangkut UU Kepemiluan yang sering di-judicial review dan mengalami bongkar pasang,” pungkasnya.