JAKARTA - Guru Besar Ilmu Politik Universitas Andalas (Unand) Prof. Asrinaldi menilai tidak ada politisasi dalam penetapan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Ya menurut saya enggak ada kaitan dengan politisasi ya. Sebenarnya kasus ini jauh-jauh hari kan sudah terindikasi ya, tetapi karena waktu itu barangkali banyak pertimbangan, PDIP sebagai partai penguasa, kemudian Jokowi, kader sebagai Presiden, ya tentu pertimbangan-pertimbangan itu juga membuat KPK tidak independen bekerjanya,” kata Prof. Asrinaldi dilansir ANTARA, Selasa, 24 Desember.
Selain itu, dia berpendapat penetapan Hasto sebagai tersangka merupakan wujud profesionalisme KPK dalam bekerja.
“Ini kan juga membuktikan bahwa Presiden Prabowo Subianto melakukan bersih-bersih semua kasus dalam konteks korupsi,” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan penetapan Hasto sebagai tersangka merupakan murni penegakan hukum.
“Dan ini menurut saya bagian daripada isi dari memori serah terima yang kami terima dari pejabat lama supaya kami tinggal melanjutkan saja,” kata Setyo di Gedung KPK, Jakarta, Selasa.
Setyo juga mengatakan Hasto baru ditetapkan sebagai tersangka karena kecukupan alat bukti.
Penetapan Hasto sebagai tersangka tertuang dalam sprindik bernomor Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024 bertanggal 23 Desember 2024.
BACA JUGA:
Sprindik tersebut ditandatangani oleh pimpinan baru KPK yang telah bertugas sejak serah terima jabatan pada 20 Desember 2024.
Dalam sprindik itu, Hasto disebut terlibat tindak pidana korupsi bersama tersangka Harun Masiku dengan memberikan hadiah atau janji kepada Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Periode 2017-2022 Wahyu Setiawan terkait penetapan anggota DPR RI terpilih 2019-2024.
Kemudian berdasarkan Sprin.Dik/152/DIK.00/01/12/2024 bertanggal 23 Desember 2024, Hasto juga menjadi tersangka perintangan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Harun Masiku tersebut.
Adapun Harun Masiku masih termasuk dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 17 Januari 2020.