Bagikan:

JAKARTA - Wacana penghapusan layanan koridor 1 Transjakarta dengan rute Blok M-Kota oleh Pemprov DKI dikritik sejumlah pihak. Salah satunya adalah Ketua Institut Studi Transportasi (Instran) Ki Darmaningtyas.

Meski nantinya rute Blok M-Kota tetap tersedia dalam jalur MRT Jakarta setelah pembangunan fase 2A selesai, Darmaningtyas menekankan penghapusan koridor 1 Transjakarta bakal meningkatkan penggunaan kendaraan pribadi.

"Menghapus layanan TJ Koridor 1 jelas akan menurunkan jumlah pengguna angkutan umum dan akan menaikkan pengguna kendaraan pribadi, utamanya motor," kata Darmaningtyas, Senin, 23 Desember.

Menurut pakar transportasi ini, kontribusi Koridor 1 dalam memfasilitasi mobilitas warga Jabodetabek setiap harinya cukup tinggi, bisa mencapai 66.000 orang pada hari kerja.

"Kalau 50 persen mereka kembali naik motor, karena tidak mampu naik MRT, maka itu akan nambah ruwet Kota Jakarta," ungkap Darmaningtyas.

Darmaningtyas menilai tak semua orang bersedia berpindah transportasi dari Transjakarta ke MRT Jakarta. Sebab, tarif MRT Jakarta jelas jauh lebih mahal karena berdasarkan jarak tempuh.

Saat ini, tarif MRT Jakarta Lebak Bulus–Bundaran HI mencapai Rp14.000. Sementara, tarif Transjakarta sekali penggunaan pada rute manapun hanya Rp3.500.

"Dengan tarif sebesar itu, jelas tidak mungkin terjangkau oleh pengguna TJ. Tarif itu terjangkau bagi pengguna mobil pribadi," ucap Darmaningtyas.

"Jadi dari aspek social ekonomi ini saja, sangat tidak realistis memindahkan pelanggan Transjakarta ke MRT. Begitu mereka dipaksa pindah ke MRT karena layanan Transjakarta koridor 1 dihapuskan, maka mereka akan pindah ke sepeda motor, dan ini jelas suatu kekonyolan yang tidak terampuni," lanjutnya.

Sebelumnya, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo menjelaskan alasan munculnya wacana penghapusan rute Transjakarta pada koridor 1 yakni Blok M-Kota jika MRT Jakarta Fase 2A beroperasi.

Syafrin menyebut, ketika MRT Jakarta fase 2A beroperasi, jalur pada layanan Lebak Bulus-Kota akan menjadi sama 100 persen dengan rute Transjakarta Blok M-Kota.

Sementara, Pemprov DKI perlu menghemat pengeluaran APBD untuk subsidi transportasi atau public service obligation (PSO) yang nilainya mencapai triliunan rupiah per tahun.

"Kita harus melakukan efisiensi pengelolaan dana PSO, dana Subsidi. Di mana, berdasarkan hasil kajian terhadap layanan angkutan umum masal yang sifatnya paralel 100 persen, otomatis akan ada dua subsidi di sana," jelas Syafrin.

Syafrin menekankan, ke depan, halte dan bus yang selama ini melayani rute di koridor 1 tetap ada. Namun, akan ada pengubahan rute dan titik-titik pemberhentian halte dari semula melayani koridor 1 Blok M-Kota.