Bagikan:

JAKARTA - Seorang pejabat senior Palestina mengatakan pada Hari Rabu, pertemuan di Doha, Qatar yang melibatkan Amerika Serikat, "Israel" serta mediator Mesir dan Qatar, difokuskan pada penyelesaian kebuntuan yang menghambat negosiasi untuk kemungkinan gencatan senjata di Gaza.

Pejabat itu mengatakan kepada Al Mayadeen, ada kemajuan yang signifikan dalam negosiasi terbaru, seperti dikutip 19 Desember.

Lebih jauh dijelaskan, dalam konteks ini, potensi gencatan senjata yang saat ini sedang dibahas akan dilaksanakan dalam dua tahap.

Tahap pertama melibatkan gencatan senjata selama 42 hari dan kesepakatan pertukaran tahanan yang akan membebaskan wanita, anak-anak, orang tua dan tentara wanita Israel, diikuti dengan pembebasan sejumlah besar tahanan Palestina, khususnya mereka yang dijatuhi hukuman lama dan hukuman seumur hidup.

Hal ini juga melibatkan aliran bantuan kemanusiaan, mesin, dan peralatan untuk upaya pertolongan, pembangunan kembali rumah sakit dan fasilitas umum tertentu, serta pembukaan kembali Perbatasan Rafah.

Namun, pejabat tersebut mencatat bahwa, hingga saat ini, masalah pengawasan perlintasan tersebut masih belum terselesaikan.

Penarikan pasukan pendudukan Israel ke perbatasan timur Jalur Gaza sebagai langkah utama juga akan dimulai selama tahap pertama.

Sementara tahap kedua melibatkan penarikan penuh dari Jalur Gaza, deklarasi resmi gencatan senjata, dan pertukaran tentara pria Israel dengan tahanan Palestina.

Israel menekankan tuntutannya pada pengembalian 34 tawanan yang masih berada di Gaza, sambil menyatakan kesediaannya untuk menarik diri dari daerah padat penduduk di seluruh jalur tersebut.

Sedangkan Hamas telah menegaskan potensi untuk mencapai gencatan senjata di Gaza dan perjanjian pertukaran tahanan, asalkan Israel menahan diri dari memaksakan syarat baru yang dapat menghambat perjanjian tersebut.

"Di tengah diskusi serius dan positif yang berlangsung di Doha hari ini di bawah naungan saudara-saudara kita dari Qatar dan Mesir, mencapai gencatan senjata dan perjanjian pertukaran tahanan adalah mungkin jika pendudukan berhenti memperkenalkan kondisi baru," kata kelompok militan Palestina itu pada Hari Selasa.

Diberitakan sebelumnya, mediator Arab bersama Amerika Serikat terus berupaya untuk mencapai kesepakatan antara Israel dan Hamas, guna menghentikan perang yang telah berlangsung selama 14 Bulan di Jalur Gaza dan menyebabkan korban tewas lebih dari 45 ribu jiwa, seperti dikutip dari Reuters.

Pemerintah AS, bersama dengan mediator dari Mesir dan Qatar, telah melakukan upaya intensif dalam beberapa hari terakhir untuk memajukan pembicaraan, sebelum Presiden Joe Biden meninggalkan jabatannya bulan depan.

Diketahui, konflik terbaru di Gaza pecah pada 7 Oktober 2023, setelah militan yang dipimpin oleh Hamas menyerang wilayah selatan Israel, menyebabkan sekitar 1.200 orang tewas dan lebih dari 250 orang diculik sebagai sandera.

Itu dibalas dengan kampanye blokade, serangam udara hingga operasi darat yang digelar oleh militer Israel sebagai tanggapan di wilayah kantong Palestina itu.

Terpisah, otoritas medis Gaza mengonfirmasi pada Hari Rabu, jumlah korban tewas Palestina sejak konflik terbaru di sana pecah pada 7 Oktober 2023 telah bertambah menjadi 45.097 orang. Sementara, jumlah korban luka-luka dilaporkan mencapai 107.244 orang. Mayoritas korban adalah perempuan dan anak-anak, dikutip dari WAFA.