Bagikan:

BEKASI – Sebidang tanah seluas 7.515 m² di Kelurahan Pejuang, Kecamatan Medan Satria, Kota Bekasi, menjadi pusat sengketa hukum yang melibatkan tiga dimensi: perdata, pidana, dan administrasi. Status kepemilikan yang membingungkan ini memicu risiko hukum besar bagi siapa pun yang terlibat, menjadikannya "zona merah" bagi investasi.

Kuasa hukum PT Hasana Damai Putra, Fajar S. Kusumah, menjelaskan bahwa tanah tersebut dibeli kliennya pada tahun 2010 melalui proses jual beli yang sah. Namun, munculnya sertifikat ganda menjadi akar permasalahan hukum yang berkepanjangan.

"Kami memiliki bukti kuat yang menunjukkan bahwa PT Hasana Damai Putra adalah pemilik sah tanah tersebut melalui proses jual beli legal. Hal ini juga telah dikuatkan melalui berbagai tingkat peradilan," ujar Fajar dalam konferensi pers di Bekasi, Rabu 13 Desember.

Konflik Perdata dengan Putusan Bertentangan

Sengketa dimulai dengan konflik perdata antara PT Hasana Damai Putra dan Rawi Susanto, dkk. Dua putusan pengadilan justru saling bertolak belakang: Putusan Nomor 530/Pdt.G/2014/PN.Bks menyatakan tanah tersebut milik PT Hasana Damai Putra. Dan Putusan Nomor 493/Pdt.G/2019/PN.Bks menyebut tanah itu milik Rawi Susanto, dkk.

Saat ini, perkara ini sedang diuji melalui Peninjauan Kembali Kedua di Mahkamah Agung dengan nomor perkara 1153 PK/PDT/2024. Kantor Pertanahan Kota Bekasi juga turut menjadi pihak dalam sengketa ini.

Kompleksitas bertambah dengan dimensi pidana. Berdasarkan putusan pidana Nomor 1063/Pid.B/012/PN.Bks, sertifikat SHM 6116/Pejuang dinyatakan diterbitkan menggunakan dokumen palsu. Terdakwa, Drs. Arkadi, S.Sos, telah divonis bersalah, menguatkan dugaan pelanggaran administratif dalam penerbitan sertifikat.

"Dampak yang kami alami meliputi kerugian materiil, gangguan operasional bisnis, serta potensi kerusakan reputasi perusahaan yang telah kami bangun selama lebih dari 40 tahun," jelas Fajar.

Risiko Hukum Bagi Calon Pembeli

Sengketa ini menjadikan tanah seluas 7.515 m² tersebut sebagai "zona merah" investasi. Proses hukum yang belum selesai membuat setiap transaksi atau pengalihan hak tanah ini berpotensi membawa risiko hukum besar.

"Kami berkomitmen menempuh semua jalur hukum untuk mempertahankan hak-hak perusahaan. Harapan kami adalah penyelesaian yang transparan, adil, dan bermartabat," tambah Fajar.

PT Hasana Damai Putra mengimbau calon pembeli dan investor untuk sementara waktu menghindari tanah tersebut hingga proses hukum selesai dan status kepemilikan menjadi jelas.