Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi II DPR Ahmad Irawan menyoroti kasus penganiayaan terhadap dokter koas bernama Muhammad Luthfi di Palembang oleh pihak keluarga rekannya Lady Aulia Pramesti yang berasal dari kalangan pejabat pemerintahan.

Dia berharap kasus-kasus seperti ini dijadikan pelajaran bagi setiap penyelenggara negara.  

“Kepada Aparatur Sipil Negara (ASN), apalagi kepada pejabatnya, kita harus menyadari akan selalu menjadi sorotan publik, termasuk keluarga. Pantas dan tidak pantas menjadi alat ukur bagi publik dalam menilai kita,” ujar Ahmad Irawan, Rabu, 18 Desember. 

Legislator Golkar Dapil Jawa Timur V itu berharap, kejadian seperti ini tidak tidak terjadi lagi di masa yang akan datang. Seperti kasus anak pegawai pajak yang ditangkap KPK, Mario Dandy.

Kasus kekerasan yang dilakukan Mario Dandy kepada temannya menyebabkan netizen mengulik kehidupan keluarganya yang bergaya mewah.

Keresahan netizen kemudian berujung pada pengungkapan kasus gratifikasi ayah Mario Dandy, Rafael Alun yang merupakan mantan pejabat eselon III di Ditjen Pajak Kementerian Keuangan.

“Semoga kejadian serupa tidak terulang kembali. Mungkin kita diingatkan dengan kasus Mario Dandy sebelumnya yang merembet kemana-mana,” kata Irawan.

Terkait kasus kekerasan yang dilakukan sopir keluarga Lady, Irawan mendukung proses hukum dijalankan sesuai prosedur.

“Melakukan penganiayaan dan tindakan kekerasan apapun alasannya tidak dapat dibenarkan. Saya mendorong agar pelakunya menyampaikan permohonan maaf dan bertanggungjawab atas perbuatannya,” tegas Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR itu.

Meski begitu, Irawan mendorong agar penyelesaian kasus dapat dilakukan secara restorative justice (keadilan restoratif). Adapun restorative justice merupakan sebuah pendekatan untuk menyelesaikan konflik hukum dengan menggelar mediasi diantara korban dan terdakwa.

“Kalau masalah ini bisa diselesaikan secara kekeluargaan (restoratif justice), maka hal tersebut akan lebih baik. Harapan saya kepolisian bisa memfasilitasi upaya tersebut,” pungkas Irawan.

Kasus penganiayaan terhadap Luthfi dipicu oleh jadwal piket jaga dokter koas di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Siti Fatimah, Palembang, Sumatera Selatan. Lady yang merupakan rekan koas Luthfi tidak setuju karena mendapat jadwal piket pada malam Tahun Baru.

Lady akhirnya mengadukan masalah tersebut kepada sang ibu, SM yang mengatur pertemuan dengan Luthfi untuk membahas jadwal piket tersebut, namun tidak terjadi kesepakatan. Pertemuan berakhir dengan pemukulan yang dilakukan Fadilla alias DT (37) yang merupakan sopir keluarga Lady.

Akibat penganiayaan itu, Luthfi mengalami lebam di wajah dan kepala. Polisi pun telah menetapkan tersangka kepada pelaku pemukulan. Buntut kasus ini, masyarakat menyoroti sikap arogan keluarga Lady.

Bahkan kekayaan keluarga Lady turut menjadi perhatian mengingat status ayahnya yakni Dedy Mandarsyah sebagai Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Kalimantan Barat. Bahkan KPK menyatakan akan mendalami harta kekayaan Dedy Mandarsyah yang dinilai terdapat anomali di dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) miliknya.

KPK juga akan memanggil Dedy Mandarsyah dalam dua minggu ke depan. Selain itu, Dedy Mandarsyah pernah disebut-sebut saat KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Kalimantan Timur (Kaltim) pada 2023 lalu sehingga membuat KPK semakin kuat untuk melakukan pendalaman terhadap kekayaan Dedy sebesar Rp 9,4 miliar.