JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) memiliki beberapa pertimbangan di balik keputusan menolak permohoman Peninjauan Kembali (PK) Saka Tatal dan tujuh terpidana lainnya di kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon.
Juru Bicara MA, Yanto menyebut salah satu pertimbangannya yakni tidak ada kehilafan judex facti dan judex juris dalam mengadili para terpidana.
Judex facti memiliki arti hakim yang memeriksa atau mengadili perkara di tingkat pertama, seperti Pengadilan Negeri. Sedangkan, Judex juris merupakan istilah hakim yang memeriksa atau mengadili perkara pada tingkat kasasi, yang dilakukan oleh hakim agung.
"Pertimbangan majelis hakim dalam menolak permohonan PK tersebut antara lain; tidak ada kehilafan judex facti dan judex juris dalam mengadili para terpidana," ujar Yanto kepada wartawan, Senin, 16 Desember.
Pertimbangan lainnya terkait novum atau bukti. Majelis hakim menilai novum yang diajukan oleh para terpidana bukanlah hal yang baru.
"Bukti baru atau novum yang diajukan oleh terpidana bukan merupakan bukti baru sebagaimana ditentukan pada Pasal 263 ayat 2 huruf a KUHAP," kata Yanto.
Dengan dasar atau pertimbangan itulah, permohonan PK yang diajukan Saka Tatal dan tujuh terpidana lainnya diputuskan untuk ditolak.
BACA JUGA:
Ketujuh terpidana yang dimaksud yakni Jaya, Supriyanto, Eka Sandi, Hadi Saputra, Eko Ramadhani, Sudirman, dan Rivaldi Aditya Wardana.
Dengan ditolaknya permohonan PK tersebut, maka, vonis pidana yang telah dijatuhkan pada persidangan di tahap sebelumnya tetap berlaku.
Artinya, para terpidana terkecuali Saka Tatal akan tetap menjalani pidana penjara seumur hidup.
"Dengan ditolaknya permohonan PK para terpidana tersebut maka putusan yang dimohonkan PK tetap berlaku," kata Yanto.
Sebagai, vonis pidana penjara seumur hidup tujuh terpidana kasus Vina Cirebon tak berubag mulai dari Pengadilan Negeri Cirebon, banding, hingga kasasi.
Sementara untuk Saka Tatal dijatuhi pidana penjara selama 8 tahun. Setelah menjalani hukuman 3 tahun 8 bulan, ia bebas bersyarat dan bebas murni pada Juli 2024.