JAKARTA - Anggota Komisi X DPR RI Verrell Bramasta menyoroti protes musisi terkait masalah royalti yang dianggap tidak berpihak pada karya anak bangsa. Verrell berharap Pemerintah memberi atensi atas permasalahan ketimpangan yang terjadi dalam pengelolaan royalti musik ini.
“Hak-hak musisi harus dihargai, dan masalah tentang royalti karya ini kan sebenarnya sudah sering menjadi perhatian teman-teman musisi ya. Kita harapkan ada tindakan nyata yang memastikan hak-hak musisi dan seniman terpenuhi secara adil dan transparan," ujar Verrell Bramasta, Sabtu, 14 Desember.
Untuk diketahui, isu soal royalti ini kembali mencuat setelah Gitaris sekaligus musisi Satriyo Yudi Wahono atau yang lebih dikenal dengan Piyu Padi Reborn mengungkapkan kekecewaannya karena hanya mendapatkan royalti musik sebesar Rp125.000 pada tahun 2024 dari Lembaga Manajemen Kolektif Negara (LMKN). Hal tersebut disampaikan Piyu dalam Forum Group Discussion (FGD) mengenai Tata Kelola Royalti Musik beberapa waktu lalu.
Terkait hal itu, Verrell pun menilai, harus ada perbaikan dalam tata kelola royalti karena yang ada saat ini masih merugikan musisi.
"Jelas ada yang keliru dan perlu dievaluasi dalam pengelolaan royalti oleh LMKN. Musisi jangan sampai dibuat rugi, menciptakan karya itu kan tidak mudah," tegas Legislator dari Dapil Jawa Barat VII itu.
Sebagai informasi, saat ini regulasi yang mengatur royalti lagu dan musik tertuang dalam UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Pada Pasal 40 ayat (1) poin d beleid tersebut dijelaskan bahwa lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks termasuk ciptaan yang dilindungi.
Di samping itu, ada juga Peraturan Pemerintah (PP) No. 56 Tahun 2021 mengenai Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik. Pasal 3 PP ini menyebutkan setiap orang dapat menggunakan lagu atau musik secara komersial dalam bentuk layanan publik dengan membayar royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta, maupun pemilik hak terkait melalui LMKN.
Verrell melanjutkan, sebetulnya momen protes ini bisa dijadikan sebagai bahan masukan untuk pembaruan regulasi yang inklusif terkait masalah royalti. Tentunya, kata dia, dengan melibatkan masukan dari para musisi dan seniman.
"Sehingga kebijakan yang diambil tidak hanya berpihak pada lembaga pengelola, tetapi juga pada para kreator yang sebenarnya menggerakkan industri ini," ungkap Verrell.
BACA JUGA:
Verrel berharap regulasi yang terbaru harus berbasis pada prinsip transparansi yang berkelanjutan agar tidak ada lagi musisi yang dirugikan. Aturan baru harus bisa memastikan bahwa setiap musisi menerima imbalan yang layak atas karya mereka, dan pengelolaan royalti harus dilakukan dengan terbuka dan akuntabel,” tuturnya.
"Karena aturan soal royalti saat ini belum berpihak pada musisi. Jangan sampai masalah terus berkelanjutan dan berlarut,” sambung Verrell.
Anggota Komisi yang membidangi urusan pendidikan dan seni budaya itu pun mendorong agar Pemerintah, LMKN, komunitas musisi dan pemangku kepentingan di industri musik lainnya untuk duduk bersama mencari jalan terbaik dalam mengatasi persoalan royalti tersebut. Verrell mengatakan harus ada dialog yang konstruktif antara semua pihak.
"Musisi harus dilibatkan dalam setiap kebijakan yang berhubungan dengan pengelolaan royalti demi memperkuat ekosistem industri kreatif di Indonesia,” ucapnya.
Verrell pun yakin langkah-langkah reformasi yang tepat dalam pengelolaan royalti dapat meningkatkan kesejahteraan musisi. Hal ini juga bisa berdampak positif pada perkembangan industri musik secara keseluruhan di Indonesia.
“Hak para seniman dan musisi harus semakin ditingkatkan agar industri musik Indonesia dapat tumbuh dengan sehat dan maju. Dengan semangat kebersamaan membangun belantika musik Indonesia, kita dapat menciptakan lingkungan yang mendukung inovasi dan kreativitas di dalam industri seni dan musik tanah air," pungkasnya.