JAKARTA - Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama (Kemenag) Kamaruddin Amin mengatakan pemerintah masih mengkaji pemberlakuan sertifikasi bagi para pendakwah di Tanah Air.
"Masih sedang kita kaji, apakah perlu disertifikasi atau tidak," kata Kamaruddin Amin di Padang, Sumatera Barat (Sumbar), Rabu 11 Desember, disitat Antara.
Menurut Kamaruddin, Kemenag telah melakukan sertifikasi kepada para juru dakwah di Tanah Air jauh sebelum munculnya kasus ucapan dai kondang Miftah Maulana atau Gus Miftah.
Dalam video itu, terdapat ucapan Miftah yang dinilai sebagian besar masyarakat melecehkan seorang warga penjual es teh.
Ia mengatakan Kemenag di bawah koordinasi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam sudah melatih sekitar 12 ribu lebih dai dari berbagai organisasi masyarakat (ormas).
Pelatihan yang diberikan mencakup materi moderasi beragama yang bertujuan agar pendakwah mengedepankan sikap saling menghormati dan menghargai, termasuk pula peningkatan kapasitas wawasan kebangsaan.
"Jadi, seorang penceramah itu tidak hanya pintar dalam ilmu agama, namun juga harus memiliki wawasan kebangsaan serta memiliki jiwa nasionalisme," ucapnya.
BACA JUGA:
Dalam praktiknya, Kemenag melibatkan peran serta Majelis Ulama Indonesia (MUI) hingga berbagai lembaga terkait untuk menyertifikasi para juru dakwah. Namun, setelah mencuatnya kasus Miftah Maulana, Kemenag masih mencari mekanisme yang tepat.
Pada kesempatan itu, Kamaruddin menegaskan pendakwah yang belum tersertifikasi dari Kemenag bukan berarti tidak bisa menyiarkan agama Islam. Sebab, di sisi lain kebutuhan penceramah di Tanah Air juga masih terbatas.
Ia menyebutkan di Indonesia terdapat 100 ribu lebih majelis taklim serta 800 ribu masjid. Dengan keterbatasan jumlah juru dakwah saat ini, Kemenag memahami persoalan tersebut mesti disikapi dengan bijak.
"Masyarakat boleh berceramah dan Kementerian Agama telah mengeluarkan surat edaran yang berisi rambu-rambu bahwa penceramah harus memiliki pengetahuan yang memadai," ucap dia.