Bagikan:

JAKARTA - Terkait dengan putusan PKPU yang kembali ditolak, kuasa hukum PT Cemerlang Usaha Agri Nusantara akan melaporkan hakim Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang ke Komisi Yudisial (KY) dan membawa persoalan tersebut ke Komisi III DPR RI.

Dalam putusan PKPU yang kembali ditolak, Agus menilai hakim tidak profesional dalam mengambil satu putusan. Menurutnya hakim tidak membaca bukti secara teliti, hanya membaca pengantar bukti dari termohon.

Dikatakan Agus, pihaknya akan melaporkan hakim yang memutus perkara tersebut ke Komisi Yudisial (KY) maupun Hakim Pengawas. Dan tidak menutup kemungkinan akan melampirkan persoalan ini ke Komisi III DPR RI.

"Sebab jika persoalan ini dibiarkan maka akan jadi preseden buruk bagi peradilan di Indonesia. Setidaknya lampiran kami dapat menjadi koreksi pagi para penegak hukum di negeri ini," kata Agus dalam keterangan tertulis, Kamis, 5 Desember 2024.

Agus juga menyarankan kepada DPR agar mengkaji undang-undang atas putusan PKPU agar dapat kembali dilakukan upaya hukum lain. Sehingga dapat memberikan kesempatan bagi pencari keadilan untuk mendapatkan hak-haknya.

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Semarang memutuskan menolak perkara 30/PDT.SUS-PKPU/2024 PN Niaga Semarang antara pemohon PT CUAN dengan termohon yakni pihak lawan, PT Indo Energy Solution (PT IES), karena alasan tidak sederhana.

Agus Nurudin selaku kuasa hukum PT Cuan mengaku kecewa atas putusan tersebut. Sebab pernyataan hakim yang menyebut bahwa perkara ini terlalu prematur, lantaran perkara yang sama sedang diadili di Mahkamah Agung (MA), merupakan pendapat yang menyesatkan.

Agus menduga hakim tidak membaca bukti-bukti yang telah disampaikan oleh pemohon secara utuh. Padahal perkara yang di MA itu, terkait dengan keberatan atas cessie Invoice nomor 29, sedangkan yang dijadikan dasar untuk permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) adalah invoice nomor 12 sampai 28.

"Jadi jual beli ini ada invoice nomor 12 sampe 29, sedangkan yang dijadikan alat bukti untuk permohonan PKPU itu nomor 12 sampai 28, sementara objek yang perkara perdata yang sekarang di kasasi invoice nomor 29," ungkap Agus.

Selain itu, lanjut Agus, hakim yang mengadili perkara tersebut bukan orang yang tidak tahu tentang permasalahan PT Cuan dan PT IES. Sebab hakim yang menyidangkan perkara PKPU itu juga pernah memutus kasus pidana yang dilakukan oleh direktur PT IES.

"Hakim ini sangat mengetahui, karena hakim inilah yang memutus perkara pidana direktur IES yang dipidana, itu yang jadi hakim beliau jadi tau persis persoalannya," tegas Agus.

Dia pun melihat ada keanehan dalam perkara nomor 10 PKPU, dimana hakim dianggapnya tidak membaca bukti.