JAKARTA - Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengindikasikan adanya perubahan pola aktivitas erupsi gunung berapi di Indonesia, sehingga membutuhkan kajian lebih lanjut untuk manajemen risiko dampak bahaya yang menyertainya.
“Aktivitas gunung api dari yang terjadi belakangan dinamis sekali, sehingga hal ini menjadi tantangan bagi kami,” kata Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Muhammad Wafid di Jakarta, Antara, Kamis, 28 November.
Perubahan pola aktivitas meletusnya Gunung Lewotobi Laki-Laki pada 4 November 2024, menjadi salah satu contoh yang bahkan mengharuskan Badan Geologi memindahkan dua stasiun pemantau gunung api di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Stasiun pemantauan Gunung Lewotobi Wolorona berhenti beroperasi sejak 17 Juli 2024, dan Stasiun OJN berhenti beroperasi per 9 November 2024, karena terkena material erupsi yang jaraknya berada dalam zona bahaya, hanya terpaut 4,5 kilometer dari kawah utama.
Pihaknya menetapkan zona aman dari erupsi Gunung Lewotobi berada di luar radius 7 kilometer dari kawah utama sebagaimana yang ditetapkan sampai dengan 27 November 2024.
“Tim kami di lapangan sedang mencari lokasi baru untuk stasiun tersebut, dan membuktikan bahwa peristiwa ini eksplosif di luar dari yang sebelum-sebelumnya,” kata dia.
Ia memastikan pemantauan masih berjalan dengan baik dengan mengandalkan tiga stasiun yang tersisa, yakni Stasiun Klatanlo di Kecamatan Walanggitang, Stasiun Nurabelen di Ile Bura Pulau Flores dan Stasiun CCTV Timur Laut.
Wafid mengungkapkan bahwa aktivitas meletusnya gunung api yang terjadi secara beruntun beberapa pekan terakhir adalah fenomena yang mesti diamati secara detil oleh para tim ahli vulkanologi di setiap daerah.
Gunung Dempo di Pagar Alam, Sumatera Selatan menjadi gunung api aktif yang meletus baru-baru ini, menyusul Gunung Marapi (Sumatera Barat), Gunung Semeru (Jawa Timur), Ibu (Maluku Utara), Awu, Lokon dan Karangetang (Sulawesi Utara), Merapi (D.I Yogyakarta), Gunung Iya, Gunung Lewotobi Laki-Laki (Nusa Tengara Timur).
SEE ALSO:
Menurut dia, munculnya gunung api tidak lepas dari tunjaman, sehingga setiap gunung api mempunyai sistem magma masing-masing. Oleh karena itu tidak bisa dikorelasikan keterkaitan antara satu dengan yang lain.
Ia menekankan bahwa penting bagi pemerintah daerah dan masyarakat untuk merespons dengan seksama setiap informasi atau peringatan dini aktivitas gunung api yang dikeluarkan oleh stasiun pemantau daerah masing-masing.