Bagikan:

JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menetapkan kerugian negara dari kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Jalur Kereta Api (KA) Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017 hingga 2023 sebesar Rp30,88 miliar.

Hakim Ketua Djuyamto mengungkapkan kerugian negara tersebut dihitung Majelis Hakim karena pihaknya tidak sependapat dengan hitungan kerugian negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebesar Rp1,15 triliun yang ada dalam dakwaan jaksa penuntut umum.

"Kerugian keuangan negara dalam kasus ini tidak bisa dihitung secara total loss seperti hitungan BPKP karena secara nyata pekerjaan tersebut telah dilaksanakan," ucap Djuyamto dalam sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Antara, Senin, 25 November. 

Menurut Hakim, apabila pekerjaan pembangunan Jalur KA Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017 hingga 2023 tetap dihitung secara total loss atau kerugian total dengan dasar belum bisa dimanfaatkan atau dioperasionalkan maka Majelis Hakim berpendapat negara telah berbuat tidak adil dan mengambil keuntungan yang tidak sah dari para terdakwa.

Pasalnya, kata Hakim, pekerjaan tersebut telah dilaksanakan oleh para terdakwa dan barang-barang yang terpasang juga dibeli dengan menggunakan uang dari hasil pembayaran pekerjaan pembangunan jalur KA Besitang-Langsa.

Hakim Ketua menjelaskan fakta hukum tersebut terungkap dalam persidangan, sehingga pihaknya menghitung sendiri besaran kerugian negara yang timbul dalam perkara tersebut, sebagaimana diatur pada angka 6 Surat Edaran (SE) Mahkamah Agung (MA) Nomor 4 Tahun 2016.

"Surat ini menyebutkan bahwa dalam hal tertentu, hakim berdasarkan fakta di persidangan dapat menilai adanya kerugian negara dan besarnya kerugian negara," tutur Hakim Ketua.

Adapun dalam sidang pembacaan putusan tersebut, terdapat empat terdakwa yang divonis oleh Majelis Hakim, yakni Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara periode 2016-2017 Nur Setiawan Sidik serta Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara periode 2017-2018 Amanna Gappa.

Kemudian, Team Leader Tenaga Ahli PT Dardella Yasa Guna Arista Gunawan serta Beneficial Owner dari PT Tiga Putra Mandiri Jaya dan PT Mitra Kerja Prasarana Freddy Gondowardojo.

Nur Setiawan dan Amanna divonis hukuman penjara masing-masing selama empat tahun dan empat tahun enam bulan, pidana denda masing-masing sebesar Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan, serta pidana tambahan berupa uang pengganti masing-masing Rp1,5 miliar subsider satu tahun kurungan dan Rp3,29 miliar subsider dua tahun kurungan.

Sementara Arista dan Freddy dijatuhkan hukuman penjara masing-masing empat tahun dan empat tahun enam bulan serta pidana denda masing-masing Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan. Khusus Freddy, dikenakan pula pidana tambahan berupa uang pengganti Rp1,53 miliar subsider satu tahun enam bulan kurungan.

Majelis Hakim memutuskan bahwa keempat terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan primer.

Dengan demikian, perbuatan keempatnya terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).