JAKARTA - Isu kemiskinan dan kelaparan menjadi isu yang sama-sama diserukan oleh Ketua DPR Puan Maharani dan Presiden Prabowo Subianto di forum internsional G20. Hal tersebut dinilai positif oleh pakar karena menunjukkan DPR dan Pemerintah Indonesia satu nafas.
"Kesamaan pernyataan Puan dan Prabowo terkait kemiskinan dan kelaparan dalam forum G20 dan P20 setidaknya menunjukkan diplomasi Indonesia, yang dilakukan pemerintah maupun parlemen di forum multilateral sudah semakin terorkestrasi dengan baik," ujar Pengamat Hubungan Internasional, Anton Aliabbas, Jumat 22 November.
Seperti diketahui, Brasil memegang keketuaan G20 tahun ini. Isu soal kemiskinan dan kelaparan disampaikan Puan dalam forum G20 Parliamentary Speaker's Summit (P20) ke-10 yang menjadi satu rangkaian dengan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20, wadah berkumpulnya pemerintah negara-negara kekuatan G20.
Saat hadir di P20 yang merupakan forum parlemen G20 di Brasil, Amerika Selatan, Puan menyoroti fenomena kelaparan akibat perang. Ia juga menekankan pentingnya dunia berjuang melakukan pengentasan kemiskinan, melawan kelaparan, dan menyelesaikan kesenjangan.
Anton menilai, pesan Puan di hadapan pimpinan-pimpinan parlemen negara G20 sangat relevan dengan situasi geopolitik global.
"Pesan itu juga dapat menunjukkan perhatian besar Indonesia terkait dua masalah tersebut dan siap untuk berkontribusi dalam memerangi masalah ini," kata Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) tersebut.
Di samping itu, langkah Puan menyinggung soal kemiskinan dinilai dapat diartikan sebagai pengingat bahwa ancaman kemiskinan dan kelaparan tidak dapat hanya diatasi oleh negara berkembang mengingat justru negara berkembang yang cukup terancam dengan fenomena ini.
Ketika Puan mengangkat isu kelaparan di hadapan forum negara-negara kekuatan ekonomi besar itu, menurut Anton, hal tersebut menandakan visi besar Indonesia yaitu komitmen terhadap masa depan yang lebih sehat, sejahtera, dan berkelanjutan yang merupakan salah target pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) pada 2030.
"Dengan kata lain, kolaborasi global yang efektif akan dapat mengakselerasi pencapaian target SDGs," ucap Anton.
Lebih lanjut, Dosen Universitas Paramadina ini mengatakan bahwa orkestrasi dalam pelaksanaan diplomasi seperti yang dilakukan Puan dan Prabowo dibutuhkan bagi Indonesia untuk ke depan. Anton mengatakan, keselarasan antara DPR dan Pemerintah akan semakin menambah nilai Indonesia di mata dunia.
“Upaya yang dilakukan Pemerintah terkait diplomasi jalur satu (track one diplomacy) akan semakin kuat gaungnya karena diamplifikasi oleh aktor lain seperti parlemen,” terangnya.
Untuk diketahui, Presiden Prabowo dalam KTT G20 di Brasil menyinggung soal isu kelaparan, kemiskinan, dan ketegangan dunia akibat kondisi geopolitik yang masih bergejolak. Ia menyebut masih ada 25 persen anak-anak di Indonesia kelaparan setiap harinya.
Prabowo pun menuturkan, bagi negara seperti Indonesia, mengatasi kemiskinan dan kelaparan merupakan masalah kepentingan nasional yang vital. Ia meyakini, salah satu cara untuk mengentaskan kemiskinan dan kelaparan adalah melalui pendidikan sehingga anggaran negara Indonesia diprioritaskan untuk pendidikan agar masyarakat keluar dari kemisikinan.
Presiden Prabowo juga menegaskan program makan bergizi gratis yang menjadi program unggukannya dapat menyelesaikan masalah kelaparan di Indonesia.
Apa yang disampaikan Prabowo berkaitan dengan pesan Puan di forum P20 di mana ia mengatakan pencapaian SDGs menghadapi tantangan besar di mana ketegangan geopolitik, kelaparan, kesenjangan dan krisis iklim semakin meningkat.
Dalam sesi diskusi di P20, Puan menyinggung soal 700 juta orang atau setara dengan 8,5 persen populasi global di dunia yang masih hidup dalam kemiskinan ekstrem. Ia kemudian mendorong parlemen anggota G20 untuk memobilisasi sumber daya keuangan, termasuk dari sektor swasta, agar fokus menangani prioritas pembangunan negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah dalam penanganan kemiskinan serta kelaparan.
"Banyak negara berkembang menderita karena beban utang yang sangat besar. Komitmen untuk mencapai seluruh agenda pembangunan pada tahun 2030 telah dirusak oleh berbagai kejadian yang tidak menguntungkan," ungkap Puan di forum P20 pada Kamis (7/11).
Menurut Puan, meningkatnya ketegangan geopolitik dan besarnya persaingan antar negara telah mengalihkan perhatian dunia dari masyarakat miskin. Padahal pengeluaran militer global mencapai US$ 2,4 triliun pada tahun 2023 atau setara dengan 2,3% PDB global.
Sementara pada periode yang sama tahun 2023, bantuan pembangunan resmi (ODA) berjumlah US$ 223,7 miliar atau kurang dari 10% belanja global militer.
Puan kemudian mempertanyakan apa jadinya jika dunia bisa mengalokasikan 50% belanja militer global atau sekitar US$ 1,2 triliun setiap tahun hingga tahun 2030 untuk membantu masyarakat miskin. Ia menyebut, pastinya hal tersebut akan membawa dampak besar.
“Kita akan memiliki dunia yang berbeda, di mana agenda dunia bebas dari kemiskinan dan kelaparan dapat tercapai pada tahun 2030,” sebut perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu.
Puan berharap P20 dapat membuat parlemen memperbarui komitmen politik untuk mempertajam alokasi anggaran di setiap negara, guna menciptakan dunia yang lebih damai dan sejahtera. Ini berlaku untuk semua, baik negara besar dan kecil.
"Kita semua adalah pemimpin politik di negara kita yang dapat membuat perbedaan. Kita dapat mempengaruhi pemerintah di negara kita masing-masing, termasuk mempengaruhi penyelesaian perselisihan dan perbedaan kita dengan cara damai," papar Puan.
Sebagai negara-negara dengan perekonomian terdepan, G20 disebut harus mampu mengambil tindakan berani dalam memimpin dengan memberi contoh memperbaiki fokus dan prioritas dunia. Pada saat yang sama, kata Puan, berbagai krisis di dunia juga menuntut perhatian bersama.
"Oleh karena itu, terserah pada kita apakah kita ingin berdamai agar kita bisa mengentaskan kemiskinan, melawan kelaparan, dan menyelesaikan kesenjangan," tegas pemimpin P20 ke-8 tahun 2022 tersebut.