JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan opsi jemput paksa eks Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor atau Paman Birin terbuka setelah dia tak menampakkan diri di gedung Merah Putih KPK hari ini.
Hal ini disampaikan Juru Bicara KPK Tessa Mahardika saat disinggung soal ketidakhadiran Paman Birin memenuhi panggilan penyidik sebagai saksi untuk kedua kalinya. Katanya, penjemputan paksa tentu dilakukan tergantung kesiapan penyidik.
“Jadi untuk saksi saudara SN, sampai dengan hari ini atau pada saat pertanyaan ini diajukan yang bersangkutan belum terindikasi hadir maupun menyampaikan alasan ketidakhadirannya,” kata Tessa kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat, 22 November.
“Apabila pertanyaan selanjutnya apakah yang bersangkutan akan dilakukan penjemputan paksa, maka tentunya ini akan kita serahkan sepenuhnya kepada penyidik hal-hal apa saja atau tindakan apa saja yang dapat dilakukan terkait hal tersebut,” sambung dia.
Tessa mengatakan penjemputan paksa bisa dilakukan bila Paman Birin sebagai saksi tak mengonfirmasi kehadirannya. Upaya ini disebutnya ada dalam aturan perundangan.
“Saksi yang tidak memberikan keterangan atau alasan ketidakhadirannya yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dapat dilakukan penjemputan,” tegas juru bicara berlatar belakang penyidik tersebut.
Adapun gelagat ketidakhadiran Paman Birin sudah disampaikan kuasa hukumnya, Aribowo Soesilo. Dia belum bisa mengonfirmasi kehadiran kliennya ketika dikonfirmasi.
“Saya belum tahu tapi Pak SN sepertinya malah belum tahu ada panggilan itu karena saya juga belum juga bisa hubungi beliau sejak setelah putusan praperadilan,” kata Soesilo kepada wartawan.
Meski begitu, Soesilo bilang surat panggilan sebagai saksi sudah sampai ke alamat Paman Birin. "Tapi, beliaunya tidak ada," tegasnya.
BACA JUGA:
Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan eks Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor atau Paman Birin ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama empat orang lainnya.
Mereka adalah Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemprov Kalsel Ahmad Solhan (SOL), Kabid Cipta Karya sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pemprov Kalsel Yulianti Erlynah (YUL), Pengurus Rumah Tahfidz Darussalam sekaligus pengepul uang atau fee Ahmad (AMD) dan Plt. Kepala Bagian Rumah Tangga Gubernur Kalsel Agustya Febry Andrean (FEB).
Sedangkan sebagai tersangka pemberi, yakni Sugeng Wahyudi (YUD) dan Andi Susanto (AND) selaku pihak swasta. Total ada tujuh tersangka yang ditetapkan KPK yang berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) pada Minggu, 6 Oktober.
Pemberian ini dilakukan setelah Sugeng dan Andi mendapatkan tiga proyek di Kalsel. Rinciannya:
1. Pembangunan Lapangan Sepak Bola di Kawasan Olahraga Terintegrasi Provinsi Kalimantan Selatan dengan penyedia terpilih PT WKM (Wismani Kharya Mandiri) dengan nilai pekerjaan Rp23 miliar;
2. Pembangunan Samsat Terpadu dengan penyedia terpilih PT HIU (Haryadi Indo Utama) dengan nilai pekerjaan Rp22 miliar;
3. Pembangunan Kolam Renang di Kawasan Olahraga Terintegrasi Provinsi Kalimantan Selatan dengan penyedia terpilih CV BBB (Bangun Banua Bersama) dengan nilai pekerjaan Rp9 miliar.
Hanya saja, status tersangka Paman Birin belakangan digugurkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Dia memenangkan gugatan praperadilan melawan KPK karena tak terima terjerat dalam kasus ini.
Meski begitu, KPK memastikan pengusutan penerimaan yang dilakukan terhadap Paman Birin tetap dilakukan. Sebab, gugatan yang dimenangkan hanya menguji formil bukan materiil perkara.