JAKARTA – Sosiolog UNJ, Rakhmat Hidayat menilai Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka sedang memainkan dramaturgi politik dengan mencitrakan diri sebagai figur yang peduli dan punya perhatian besar terhadap dunia pendidikan di Indonesia.
“Jadi, dia sedang mainkan politik panggung depan yang tampak peduli dunia pendidikan, sebab di panggung belakangnya dia memiliki citra sebagai orang yang memiliki IPK 2,3 dan tidak suka membaca buku,” ujarnya, Minggu 17 November 2024.
Menurut dia, hal yang dilakukan Gibran sesuai dengan konsep sosiolog Erving Goffman yang mengemukakan teori bahwa manusia kerap menampilkan sosok yang berbeda atau bahkan bertolak belakang saat berinteraksi di ruang publik.
“Nah, Gibran sedang mempertontonkan panggung depan. Panggung depan itu penuh dengan kamuflase, dipoles sana dan sini. Dia merasa peduli dengan pendidikan karena dia punya citra buruk masalah pendidikan,” imbuhnya.
BACA JUGA:
Selain itu, Gibran juga menjalankan politik pencitraan dengan membuka layanan aduan Lapor Mas Wapres. Padahal, kata Rakhmat, kanal semacam itu tidak perlu lantaran sudah ada lembaga-lembaga negara yang mengurusi keluhan publik sesuai tugas masing-masing.
Dia berpendapat, langkah yang dilakukan Gibran tersebut didasari oleh kepentingan elektoral yang dianggap bisa menjadi investasi putra sulung Joko Widodo tersebut di tahun 2029 mendatang. “Dramaturgi politik atau panggung depan ini kan biasanya berkaitan dengan proyeksi elektoral menghadapi pemilu atau pilpres yang akan datang,” tambah Rakhmat.
Sebelumnya, dalam sambutannya di Rapat Koordinasi Evaluasi Pendidikan beberapa waktu lalu, Wapres Gibran Rakabuming Raka mengusulkan agar materi coding, artificial intellegence (AI) dan pemrograman dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah tingkat dasar dan menengah.
Selain itu, Gibran juga mengungkapkan pernah meminta agar penerimaan peserta didik baru (PPDB) sistem zonasi hingga penerapan kurikulum Merdeka Belajar dievaluasi dengan mengirim surat kepada mantan Menteri Pendidikan Nadiem Makarim pada 11 Juli 2024 lalu