Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mendorong Badan Bank Tanah untuk bersama-sama melaksanakan Reforma Agraria yang bertujuan memberikan keadilan, pemerataan ekonomi, hingga ketahanan pangan. Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian ATR/BPN, Suyus Windayana dalam Focus Group Discussion (FGD) “Program Pengembangan Reforma Agraria Badan Bank Tanah” yang berlangsung di Mandarin Oriental Hotel, Jakarta, Kamis, 24 Oktober.

“Reforma Agraria ini bagian dari tugas pemerintah dan Badan Bank Tanah, bagaimana mewujudkan keadilan sosial, pemerataan ekonomi, dan ketahanan pangan. Badan Bank Tanah diharapkan lebih aktif lagi, mendapatkan tanah bukan hanya dari pelepasan tanah-tanah yang tidak dimanfaatkan atau tanah terlantar, tapi juga secara aktif mendapatkan tanah dengan berkoordinasi bersama Kementerian Kehutanan dan Kementerian Transmigrasi,” ujar Suyus Windayana.

Namun demikian, ia menyampaikan bahwa untuk mewujudkan keadilan, Badan Bank Tanah harus mengalokasikan sebanyak 30% tanah negara yang diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat. “Dua-duanya memiliki niat yang baik, mau memberikan aset kepada masyarakat, dan Bank Tanah juga mempunyai kepentingan agar perkembangan ekonomi ini dapat berjalan,” tutur Sekjen Kementerian ATR/BPN.

Acara Focus Group Discussion (FGD) yang berlangsung di Mandarin Oriental Hotel Jakarta. (IST)
Acara Focus Group Discussion (FGD) yang berlangsung di Mandarin Oriental Hotel Jakarta. (IST)

Hadir sebagai narasumber, Direktur Jenderal (Dirjen) Penataan Agraria, Yulia Jaya Nirmawati. Ia memaparkan, sesuai Perpres Nomor 62 Tahun 2023 tentang Percepatan Pelaksanaan Reforma Agraria, Tanah Objek Reforma Agraria atau TORA terbagi menjadi tiga sumber, yaitu dari kawasan hutan, non-kawasan hutan, dan hasil penyelesaian konflik agraria.

“Bicara Reforma Agraria, kita harus meletakkan Penataan Aset dan Penataan Akses sebagai satu kesatuan kegiatan yang harus berjalan bersama. TORA yang dialokasikan oleh Badan Bank Tanah, yaitu minimal 30% dari tanah negara yang merupakan salah satu sumber TORA dari Non-Kawasan Hutan. Sebelum ditetapkan sebagai TORA, Badan Bank Tanah harus mendapatkan persetujuan dari Komite Badan Bank Tanah yang terdiri dari Menteri ATR/Kepala BPN, Menteri Keuangan, dan Menteri PUPR,” terang Yulia Jaya Nirmawati.

Menurutnya, kehadiran Badan Bank Tanah diharapkan mampu memberikan angin segar dalam percepatan Reforma Agraria. “Badan Bank Tanah, saya rasa ke depannya dapat diandalkan dan mampu membuka inovasi dalam pemberdayaan masyarakat. Bank Tanah hadir untuk menjamin ketersediaan tanah, memperbaiki kualitas lingkungan hidup dan akses masyarakat, menangani konflik, dan meningkatkan ketahanan pangan,” ungkap Yulia Jaya Nirmawati.

FGD ini juga menghadirkan narasumber lainnya seperti Deputy Director General of Operations FELDA, Izham Mustaffa; Pakar Hukum UGM, Oce Madril; dan Direktur Hubungan Kelembagaan Bank Mandiri, Rohan Hafas. Diskusi kali ini dimoderatori oleh Deputi Pemanfaatan Tanah dan Kerjasama Usaha Badan Bank Tanah, Hakiki Sudrajat.

Turut hadir, Penasihat Utama Bidang Ekonomi Pertanahan, Himawan Arief Sugoto; Kepala Badan Bank Tanah, Parman Nataadmadja beserta jajaran Deputi Badan Bank Tanah; jajaran Direktorat Jenderal Penataan Agraria; serta para Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi dan Kepala Kantor Pertanahan yang terkait dengan program Reforma Agraria.