Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Luar Negeri RI sudah melakukan evakuasi terhadap warga negara Indonesia (WNI) secara bertahap dari Lebanon, dan saat ini masih ada sekitar 116 lainnya yang memilih bertahan, saat konflik di Timur Tengah meluas dengan pecahnya perang Israel dan Hizbullah di Lebanon selatan.

Direktur Perlindungan WNI Kemlu RI Judha Nugraha mengatakan, sejak pecahnya konflik di Gaza, Palestina pada 7 Oktober tahun lalu, Kemlu sudah menyiapkan rencana kontijensi dan berkoordinasi dengan seluruh perwakilan RI di Timur Tengah.

Pada 10 Oktober, lanjut Judha, KBRI Beirut di Lebanon telah menetapkan status Siaga 1 untuk wilayah Lebanon selatan dan meminta WNI di wilayah tersebut untuk melakukan evakuasi.

"Banyak yang memilih tetap tinggal karena merasa aman, namun beberapa akhirnya mau pindah ke KBRI Beirut," kata Judha dalam keterangan pers di Jakarta, Jumat 4 Okotober.

Meningkatnya eskalasi pada tahun ini menjadikan seluruh wilayah di Lebanon berbahaya. Pada 4 Agustus, KBRI Beirut memperluas status Siaga 1 di seluruh wilayah Lebanon dan memulai proses evakuasi WNI.

"Pada tanggal 10, 18, 28 Agustus ada 25 wni yang bersedia dievakuasi melalui jalur udara dan Alhamdulillah sudah tiba di Indonesia," kata Judha.

"Pada tanggal 29 Agustus, kami gelar pertemuan virtual dengan WNI, sampaikan perkiraan keadaan ke depan. Awalnya hanya 6 akhirnya ada 40 WNI yang bersedia dievakuasi," lanjut Judha.

"Pada tanggal 2 Oktober, ada 20 WNI yang dievakuasi dari KBRI Beirut ke Damaskus (Suriah) kemudian ke Amman (Yordania) melalui jalur darat," jelas Judha.

"Dan pada tanggal 3 Oktober, ada 20 lagi yang dievakuasi melalui darat ke Damaskus dan tengah dalam perjalanan ke Amman," tambahnya.

Judha mengatakan, per 4 Oktober, masih ada 116 WNI di Lebanon. Jumlahnya naik-turun, karena ada beberapa yang keluar melalui penerbangan komersial, ada juga yang baru melapor diri.

"Mayoritas yang bertahan yakni WNI yang menikah dengan warga Lebanon, mahasiswa dan pekerja migran. Ada empat WNI di Lebanon selatan, satu di antaranya bekerja untuk UNIFIL," jelas Judha.

Total dalam lima tahap evakuasi yang sudah dilakukan KBRI Beirut, ada 65 WNI yang berhasil dievakuasi, serta seorang warga Lebanon yang merupakan pasangan dari WNI.

Mengenai mereka yang bertahan, Judha mengatakan bagi yang mahasiswa, karena mereka di wilayah utara dan minim serangan Israe, kampus belum menetapkan status darurat, khawatir jika mengikuti evakuasi ditetapkan putus kuliah. Sedangkan bagi pekerja migran, khawatir kehilangan pekerjaan.

"KBRI menyampaikan evakuasi sifatnya force major dan minta bisa ikut evakuasi kepada WNI, sehingga KBRI melakukan komunikasi ke kampus dan pemberi kerja," jelas Judha.

Judha menambahkan, tugas negara sesuai undang-undang adalah melakukan evakuasi ketika terjadi keadaan darurat. Namun, pilihan ikut atau tidak kembali kepada warga negara itu sendiri.

"Yang ingin kami highlight, evakuasi harus dilakukan sekarang, sebelum perang meningkat terbuka dan kemampuan evakuasi menjadi terbatas," kata Judha.