JAKARTA - Anggota Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Ima Mahdiah menuntut pemerintah, utamanya Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk mengusut dugaan larangan penggunaan jilbab bagi dokter dan perawat di Rumah Sakit (RS) Medistra.
"Perlu kroscek dulu ke Medistra apakah itu benar-benar aturan yang mereka keluarkan? Tapi kalau benar-benar mereka yang keluarkan, Medistra ini kan di bawah Kemenkes. Jadi, kemenkes harus kasih sanksi," kata Ima kepada wartawan, Senin, 2 September.
Di satu sisi, Ima juga meminta Dinas Kesehatan DKI Jakarta untuk ikut meminta penjelasan kepada pihak RS Medistra terkait kabar larangan penggunaan jilbab dalam proses rekrutmen tenaga kesehatan di sana.
Ia menilai, larangan tersebut tak bisa diterapkan karena Indonesia adalah negara yang menjamin warga negara memiliki kebebasan beragama.
"Memang WNI di Jajarta bebas menggunakan hijab, karena kita tidak ada pelaragan dan makanya di sini tidak boleh ada yang melarang penggunaan hijab," urainya.
Diketahui, viral di media sosial dugaan RS Medistra yang terletak di Jakarta Selatan membatasi pegawainya menggunakan jilbab.
Hal ini terungkap dari surat protes yang ditulis seorang dokter bernama Diani Kartini kepada manajemen RS Medistra.
Diani membeberkan, dalam sesi wawancana proses rekrutmen tenaga kesehatan, RS Medistra mengungkap pertanyaan apakah pelamar bersedia membuka jilbab jika diterima menjadi pegawai. Sebab, RS Medistra disebut RS internasional.
"Saya sangat menyayangkan jika di zaman sekarang masih ada pertanyaan rasis. Dikatakan RS Medistra berstandar internasional, tetapi kenapa masih rasis seperti itu?" ungkap Diani dalam surat yang kini beredar di media sosial X.
BACA JUGA:
Manajemen RS Medistra buka suara. Direktur RS Medistra Agung Budisatria meminta maaf atas gaduh persoalan isu diskriminasi dari larangan berjilbab pada dokter dan perawatnya.
"Hal tersebut kini tengah dalam penanganan manajemen. RS Medistra inklusif dan terbuka bagi siapa saja yang mau bekerja sama untuk menghadirkan layanan kesehatan terbaik bagi masyarakat," ucap Agung.
"Ke depan, kami akan terus melakukan proses kontrol ketat terhadap proses rekrutmen ataupun komunikasi, sehingga pesan yang kami sampaikan dapat dipahami dengan baik oleh semua pihak," tambahnya.