Bagikan:

JAKARTA - Sebanyak 1.784 personel gabungan dikerahkan dalam skema pengamanan aksi unjuk rasa yang digelar para pengemudi ojek online dan kurir se-Jabodetabek.

Diketahui, aksi unjuk rasa itu akan digelar di beberapa titik salah satunya Istana Merdeka, Jakarta Pusat.

"Pelibatan personel pengamanan aksi unjuk rasa sebanyak 1.784 personel," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi kepada VOI, Kamis, 29 Agustus.

Ribuan personel yang dikerahkan itu dengan rincian 1.412 dari Satgasda dan 372 personel dari Satgasres.

Mereka akan disiagakan di 9 titik yang menjadi lokasi aksi unjuk rasa, mulai dari Silang Monas, kantor Gojek, hingga Istana Negara.

"(Penempatan personel) Silang Monas 435 personel, kantor Gojek 185 personel, depan Istana Negara 329 personel, Kementerian BUMN 370 personel," sebutnya.

"Depan Kominfo 210 personel, Gedung DPR/MPR 70 personel, Kejagung RI 80 personel, Baharkam Polri 55 personel, dan KPK RI 80 personel," sambung Ade.

Sementara mengenai skema rekayasa arus lalu lintas terkait aksi unjuk rasa tersebut, Ade menyebut baru akan diterapkan bila memang diperlukan.

Nantinya, anggota Direktorat Lalu Lintas yang akan memutuskan perihal penerapan rekayasa arus lalu lintas tersebut.

"Apabila jumlah massa dan eskalasi meningkat maka diadakan penutupan jalan. Namun, jika jumlah massa tidak banyak, lalu lintas normal seperti biasa," kata Ade.

Adapun, sebanyak 1.000 pengemudi ojek online menggelar aksi unjuk rasa pada Kamis 29 Agustus. Peserta aksi yang berasal dari komunitas ojek online (ojol) dan kurir se-Jabodetabek itu, akan memulai dari Istana Merdeka, kantor Gojek di sekitar wilayah Petojo, Jakarta Pusat dan kantor Grab di sekitar Cilandak, Jakarta Selatan.

Peserta aksi menamakan diri Asosiasi Pengemudi Transportasi Daring Roda Dua Nasional Garda Indonesia.

Ketua Umum Garda Indonesia Igun Wicaksono mengatakan aksi akan dimulai pukul 12.00 WIB. Salah satu tuntutannya soal pemerintah yang dianggap belum dapat berbuat banyak untuk memenuhi rasa keadilan dan kesejahteraan para mitra perusahaan aplikasi yang ada.

Hal itu terlihat dari status hukum ojek online yang masih ilegal tanpa kedudukan hukum (legal standing) berupa undang-undang.

Massa menuntut adanya legal standing yang jelas bagi para pengemudi ojol agar perusahaan tidak berbuat semaunya terhadap mitra ojol dan kurir.

"Tanpa ada solusi dari platform dan tanpa dapat diberikan sanksi tegas oleh pemerintah, hal inilah yang membuat timbulnya berbagai gerakan aksi protes dari para mitra," tegas dia.