JAKARTA - Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning kembali meminta agar Amerika Serikat (AS) tidak ikut campur terkait tabrakan kapal penjaga pantai Tiongkok dan Filipina di Laut China Selatan.
"AS harus berhenti memicu konfrontasi di Laut China Selatan, dan berhenti mengganggu stabilitas kawasan serta meningkatkan ketegangan di kawasan perairan tersebut," kata Mao Ning dalam konferensi pers di Beijing, China dilansir ANTARA, Selasa, 20 Agustus.
Pada Senin (19/8), dini hari terjadi dua tabrakan antara kapal penjaga pantai China dan penjaga pantai Filipina.
Kejadian tabrakan itu berdekatan dengan Xianbin Reef atau Sabina Shoal atau disebut Beting Sabina di Kepulauan Spratly yang masuk dalam wilayah perairan sengketa kedua negara di Laut China Selatan.
Atas kejadian tersebut, Kementerian Luar Negeri AS melalui pernyataan Wakil Juru Bicara Vedant Patel mengatakan AS mendukung sekutunya Filipina dan mengutuk tindakan berbahaya oleh China terhadap operasi maritim Filipina di Laut China Selatan pada 19 Agustus.
Kapal-kapal China disebut melakukan manuver yang sembrono, dengan sengaja bertabrakan dengan dua kapal penjaga pantai Filipina, yang menyebabkan kerusakan struktural dan membahayakan keselamatan awak kapal.
"AS bukan pihak terkait dalam masalah Laut China Selatan dan tidak dalam posisi untuk ikut campur dalam masalah maritim antara China dan Filipina," ungkap Mao Ning.
Lebih dari itu, AS tidak boleh menggunakan Perjanjian Pertahanan Bersama AS-Filipina untuk membenarkan pelanggaran kedaulatan, hak dan kepentingan China di Laut China Selatan.
"Apa yang dilakukan China adalah menanggapi aktivitas pelanggaran Filipina. Kami mengambil tindakan tersebut untuk mempertahankan kedaulatan teritorial dan hak serta kepentingan maritim kami. Tindakan tersebut adil, sah dan dibenarkan," tambah Mao Ning.
Penegasan AS
Sedangkan Patel dalam pernyataan tertulisnya pada Senin (19/8) mengatakan AS menegaskan kembali bahwa Pasal IV Perjanjian Pertahanan Bersama AS-Filipina tahun 1951 yaitu mencakup serangan bersenjata terhadap angkatan bersenjata Filipina, kapal umum, atau pesawat udara, termasuk atas penjaga pantai Filipina di mana pun di Laut China Selatan.
Patel mengatakan tabrakan tersebut adalah contoh terbaru dari China yang menggunakan tindakan berbahaya dan meningkatkan eskalasi untuk menegakkan klaim maritim Laut China Selatan yang ekspansif dan melanggar hukum.
AS menyerukan kepada China untuk mematuhi hukum internasional dan menghentikan tindakannya yang berbahaya dan mengganggu stabilitas.
Sebelumnya Juru Bicara penjaga pantai Filipina Jay Tarriela mengatakan tindakan kapal penjaga pantai China di dekat Beting Sabina mengakibatkan tabrakan yang menyebabkan kerusakan di dua kapal Penjaga Pantai Filipina.
Tarriela menyebut kapal BRP Engano mengalami lubang 1,1 meter di sisi kanannya setelah manuver oleh kapal penjaga pantai China pada pukul 3.24 pagi di 43 kilometer tenggara Beting Sabina.
Sedangkan kapal penjaga pantai Filipina BRP Bagacay, ditabrak dua kali di kedua sisi oleh kapal penjaga pantai China pada pukul 3.40 pagi di 39 kilometer barat laut Beting Sabina dan mengalami kerusakan struktural kecil
Awak kapal Filipina tidak terluka dan tetap melanjutkan misi memasok kembali pulau-pulau yang dijaga Filipina di gugusan Spratly.
BACA JUGA:
Padahal pada Juli 2024 lalu, China dan Filipina mencapai kesepakatan sementara terkait dengan akses pasokan logistik untuk para pelaut Filipina di dalam kapal perang BRP Sierra Madre sebagai "markas terapung" yang sengaja dikaramkan Filipina di kawasan terumbu karang Ren'ai Jiao atau disebut Filipina sebagai "Beting Ayungin".
Pemerintah China menyebut memiliki hak kedaulatan dan yurisdiksi atas kepulauan yang disebut "Nanhai Zhudao" di Laut China Selatan yaitu terdiri dari Dongsha Qundao, Xisha Qundao, Zhongsha Qundao dan Nansha Qundao atau lebih dikenal sebagai Kepulauan Pratas, Kepulauan Paracel, Kepulauan Spratly dan area Tepi Macclesfield.
Namun, sejak 1999, Filipina menempatkan kapal perang BRP Sierra Madre sebagai "markas terapung" bagi penjaga pantai Filipina di terumbu karang Ren'ai Jiao dan mengirim orang untuk mengisi perbekalan di markas terapung tersebut.
Laut China Selatan hingga saat ini masih menjadi titik panas permasalahan di kawasan karena China mengklaim hampir seluruh perairan di Laut China Selatan.
Negara-negara anggota ASEAN yaitu Brunei Darussalam, Malaysia, Vietnam, dan Filipina juga mengklaim wilayah tersebut.