Bagikan:

JAKARTA - Sebanyak 75 persen muslim di Igggris khawatir akan keselamatan mereka setelah gelombang kerusuhan ekstremis sayap kanan. Hal itu berdasarkan hasil survei terbaru Jaringan Perempuan Muslim.

Mengutip Arab News, Minggu 18 Agustus, survei itu juga menyebutkan, kecemasan yang sama dialami 16 persen warga muslim Inggris sebelum gelombang demonstrasi massa sayap kanan memprotes anti-migran berujung kerusuhan.

Sedangkan 20 persen lainnya mengaku pernah menghadapi kekerasan sebelum kerusuhan kemudian menyebar di Inggris imbas hoaks indentitas pelaku penusukan remaja di Southport pada 30 Juli.

Identitas pelaku penusukan menewaskan tiga bocah di Southport dimanipulasi penyebar hoaks dengan narasi seorang Muslim pencari suaka atau migran.

Meski kepolisian telah menangkap dan mengkonfirmasi ke publik bahwa pelaku penusukan bukan muslim dan migran yakni bernama Axel Rudakubana (17) kelahiran Cardiff, namun massa sayap kanan Inggris yang telah termakan hoaks terus melakukan aksinya menteror migran dengan berbuat rusuh.

Terpisah, seorang perempuan Muslim bernama Lila Tamea (26) yang diwawancarai Sky News mengaku rasa khawatirnya tak karuan ketika kerusuhan terjadi di tempatnya berada kala itu di Masjid Abdullah Quilliam, Liverpool.

“Hampir ada perasaan bahwa polisi tidak akan melindungi kami. Jadi, sangat penting untuk menunjukkan solidaritas tidak hanya dari komunitas Muslim," ujarnya.

“Banyak komunitas non-Muslim yang keluar pada hari Jumat itu untuk melindungi masjid,” sambung Lila.

CEO Muslim Women’s Network, Baroness Shaista Gohir mengatakan hate crimes atau kejahatan kebencian di Inggris meningkat dari tahun ke tahun lantaran strategi dalam pencegahannya ketinggalan zaman.

“Saya ingin undang-undang kejahatan kebencian diperkuat dengan definisi istilah 'permusuhan',” kata Gohir.

Gohir mengatakan, lembaga amal yang dipimpinnya sedang menyiapkan pertolongan kepada lebih banyak orang, khususnya perempuan Muslim agar berani melaporkan kejahatan kebencian agar masyarakat bisa lebih memahami frekuensinya.

“Yang benar-benar membuat saya khawatir adalah ketika perempuan menelepon dan mengatakan, 'Saya dilecehkan saat bersama anak-anak'," ujar Gohir.