Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Kesehatan menyebutkan bahwa pihaknya lebih memilih untuk menunjuk fasilitas kesehatan pemerintah untuk memberi layanan aborsi. Hanya saja, tidak menutup kemungkinan faskes swasta yang memiliki kompetensi dapat diberikan kesempatan memberikan layanan tersebut.

"Tapi yang jelas rumah sakit pemerintah pasti, rumah sakit kepolisian juga pasti. Nanti beberapa swasta yang terbaik.Yang intinya pelayanan ini harus bisa dijangkau oleh masyarakat luas. Gak bisa semuanya harus berpusat di Jakarta," ujar Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Azhar Jaya di Jakarta, Antara, Selasa, 6 Agustus. 

Hal tersebut disampaikan sebagai respons mengenai pertanyaan media tentang penunjukan rumah sakit untuk pelayanan aborsi, merujuk pada Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan.

Menurutnya, yang terpenting adalah memastikan adanya tenaga medis atau tenaga kesehatan dengan kompetensi yang baik.

Misalnya obgyn forensik, yang memiliki kemampuan memahami kasus hukum. Selain itu, ada hal-hal lain juga yang perlu diperhatikan, misalnya usia kehamilan, sebelum melakukan aborsi.

Dia menjelaskan, aborsi menjadi beban baik bagi para profesional yang memberikan layanan maupun bagi perempuan yang mengandung tersebut, sehingga mereka diberi bantuan psikologis, guna menentukan apakah akan melakukan terminasi kandungan atau tidak.

Sebelumnya, pemerintah mengeluarkan PP nomor 28/2024 pada 26 Juli, dan salah satunya mengatur tentang aborsi yang dibolehkan bagi perempuan hamil dengan indikasi kedaruratan medis serta korban tindak pidana pemerkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lainnya yang menyebabkan kehamilan, yang tertera pada pasal 116.

Mengenai penunjukan fasilitas kesehatan, disebutkan dalam Pasal 119 ayat 1 bahwa pelayanan aborsi yang diperbolehkan hanya dapat dilakukan pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat lanjut yang memenuhi Sumber Daya Kesehatan sesuai standar yang ditetapkan oleh Menteri.

Pada pasal 123, disebutkan bahwa dalam pelayanan aborsi harus diberikan pendampingan dan konseling sebelum dan setelah aborsi, yang dilakukan oleh tenaga medis, tenaga kesehatan, dan atau tenaga lainnya.