Bagikan:

JAKARTA - Indonesia akan melanjutkan perjuangan mengenai palestina di pentas internasional, usai Mahkamah Internasional (ICJ) menerbitkan fatwa hukumnya pada pekan lalu.

ICJ mengatakan kebijakan pemukiman Israel dan eksploitasi sumber daya alam di wilayah Palestina merupakan pelanggaran hukum internasional.

Temuan para hakim di ICJ yang dikenal sebagai Pengadilan Dunia, tidak mengikat namun memiliki bobot hukum internasional.

Indonesia menyambut baik itu lantaran memenuhi aspirasi masyarakat Indonesia dan internasional, menilai ICJ telah memenuhi perannya dalam menegakkan rules based international order dengan menetapkan status ilegal keberadaan Israel di wilayah pendudukan Palestina.

Karena itu, Indonesia mendukung pandangan Mahkamah agar semua negara dan PBB tidak mengakui situasi yang ditimbulkan dari keberadaan ilegal Israel.

"Adanya advisory opinion ini semakin menjadi momentum, semakin menguatkan masyarakat internasional untuk memberikan pengakuan kepada negara palestina," jelas Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri RI Abdul Kadir Jailani, dalam keterangan pers di Jakarta, Senin 22 Juli.

Selain pengakuan negara Palestina, Indonesia juga dikatakannya terus mendorong penyelesaian konflik Palestina dengan Two State Solution.

Dijelaskan olehnya, fatwa hukum ICJ bukan proses peradilan menyesaikan sengketa, tidak ada sanksi yang mengikat.

Berdasarkan fatwa tersebut, Indonesia akan terus mendorong masyarkat internasional, negara-negara lain, maupun PBB, dalam hal ini Majelis Umum dan Dewan Keamanan, untuk tidak mengakui situasi ilegal di Palestina.

"Berikutnya, langkah yang bisa dilakukan yakni bagaimana mendorong PBB, dalam hal ini Dewan Keamanan dan Majelis Umum untuk memikirkan, what to do, how to do and when to do, mengenai bagaimana supaya israel mundur dari wilayah pendudukan," kata Duta Besar Abdul Kadir Jailani.

"Tentu ini bukan langkah mudah, oleh karena saat ini langkah yang dilakukan oleh Kemlu dan PTRI New York mengkaji secara mendalam dan berkoordinasi dengan semua negara terkait untuk menentukan langkah-langkah lebih lanjut yang akan diambil," tandasnya.

Jika nantinya ini ditindak lanjuti di Dewan Keamanan, mungkin saja ada veto karena tunduk pada aturan di badan tersebut, katanya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional L. Amrih Jinangkung mengatakan, fatwa hukum adalah putusan mahkamah yang memang hanya memberikan nasihat hukum kepada mereka yang meminta, lembaga PBB, dalam hal ini Majelis Umum PBB

Langkah berikutnya kembali kepada lembaga yang meminta ketikan membahas masalah palestina

"Fatwa hukum ini akan menjadi panduan bagi Majelis Umum untuk membahas isu Palestina," katanya.

Dijelaskannya, Indonesia akan berkoordinasi dengan negara-negara yang sehaluan, dalam konteks pendapat hukum ini, mayoritas negara-negara berpendapat yang sama seperti Indonesia, mengajak masyarakat internasional untuk secara bersama-sama memikirkan tindak lanjut dari fatwa hukum ini, bagaimana Majelis Umum bisa mem-follow up atau memakai fatwa ini sebagai panduan prinsipal dalam pembahasan isu palestina.

"Untuk pendekatan, teman-teman perwakilan di New York selalu melakukan komunikasi dengan para diplomat lain. Kita selalu melakukan pendekatan kepada semua pihak. Pasti ada yang sehaluan dengan indonesia di DK, kita salurkan suara kita lewat mereka yang ada di sana," ketika ditanya apakah Indonesia akan melakukan pendekatan kepada negara-negara anggota Dewan Keamanan PBB agar hal ini dibahas di badan tersebut.

Diketahui, fatwa hukum ICJ diminta oleh Majelis Umum PBB (UNGA). Resolusi UNGA sendiri tidak mengikat secara hukum, tapi memiliki muatan politisi yang sinifikan. Sementara, resolusi DK mengikat dan ada sanksi jika dilanggar.