Bagikan:

JAKARTA - Kepala Staf Kepresidenan, Jenderal TNI Moeldoko, menegaskan pengembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) harus berbasis juga kearifan lokal Indonesia. Hal itu untuk Terkait penggunaan AI, Indonesia telah mengimplementasikannya di berbagai sektor seperti kesehatan, agrikultur, pendidikan, keuangan, dan manufaktur.

Moeldoko menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia terus menunjukkan komitmen dalam mengembangkan teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk kemajuan di berbagai sektor. Berbagai inisiatif dan kemajuan telah dicapai dalam beberapa tahun terakhir, menunjukkan potensi besar AI dalam memajukan bangsa.

Moeldoko menjelaskan bahwa Indonesia saat ini belum memiliki regulasi khusus mengenai AI, terutama yang mencakup etika dan kebijakan AI, pengembangan talenta AI, serta ekosistem data dan infrastruktur pengembangan AI.

“Saya setuju teknologi dan kearifan lokal harus beriringan, karena ini bukan hanya tantangan, tapi juga ancaman. AI bisa menjadi ancaman, salah satunya adalah potensi hilangnya banyak pekerjaan,” ujarnya dalam audiensi bersama Pijar Foundation dan AI Institute For Progress (AIIP), di Gedung Bina Graha, Jakarta, Senin 24 Juni.

AI Institute For Progress (AIIP) merupakan mitra dalam pengembangan kecerdasan buatan (AI) di Indonesia yang diinisiasi oleh Pijar Foundation dan Alpha JWC. AIIP secara aktif menumbuhkan kesadaran akan kapasitas AI dengan menghubungkan para talenta di bidangnya.

Sebagai Panglima TNI 2013-2015, Moeldoko menekankan bahwa pemenuhan talenta digital adalah sebuah keniscayaan. Terlebih lagi, Indonesia memiliki potensi ekonomi digital yang besar. Berdasarkan laporan Google, Temasek, dan Bain & Company, nilai ekonomi digital Indonesia diperkirakan tumbuh menjadi US$210 miliar hingga US$360 miliar pada 2030 mendatang.

Moeldoko menambahkan bahwa pengembangan pusat talenta digital Indonesia semakin masif dilakukan, termasuk menjalin kerja sama dengan berbagai pihak. Terkait penggunaan AI, Indonesia telah mengimplementasikannya di berbagai sektor seperti kesehatan, agrikultur, pendidikan, keuangan, dan manufaktur.

“Untuk saat ini, kita lebih banyak sebagai pengguna AI. Pengembangannya harus disesuaikan dengan kebutuhan spesifik di Indonesia,” ujar Moeldoko. “Mungkin pengembangan bisa dimulai dari aplikasi yang sudah ada seperti aplikasi LAPOR yang digunakan untuk menampung aduan masyarakat,” tegasnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Pijar Foundation, Ferro Ferizka, menambahkan bahwa salah satu tantangan dalam pengembangan AI di Indonesia adalah regulasi dan persiapan industri yang harus terkontrol. “Dalam merumuskan draft regulasi untuk AI, tidak hanya konsumsi data yang diperhatikan, tapi juga privasi dan keamanan data,” ujarnya.

Dengan demikian, komitmen pemerintah dan berbagai pihak terkait terus diarahkan untuk memastikan bahwa pengembangan talenta digital AI di Indonesia tidak hanya maju secara teknologi, tetapi juga selaras dengan kearifan lokal dan kebutuhan nasional.