JAKARTA - Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Achmad Nawawi mengkhawatirkan potensi pengurangan jumlah tempat tidur rumah sakit (RS) akibat kebijakan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) dalam sistem BPJS Kesehatan.
"Implementasi KRIS berpotensi mengurangi daya tampung ruang rawat inap di rumah sakit. Jika berpedoman pada KRIS, jumlah tempat tidur dalam satu ruangan hanya 4 buah dengan jarak antara tepi hanya 1,5 meter,” ungkap Nawawi dalam keterangannya, Jumat, 21 Juni.
Menurut Nawawi, banyak rumah sakit di Jakarta yang memiliki enam hingga delapan tempat tidur dalam satu ruangan. Aturan baru KRIS tersebut, lanjut Nawawi, berpotensi menciptakan terjadinya pengurangan jumlah tempat tidur di rumah sakit.
Sebab, tidak semua rumah sakit bisa mengubah seluruh ruang rawat inap menjadi berkapasitas empat tempat tidur.
“Karena itu, degan adanya pembatasan jumlah tempat tidur per ruangan dalam sistem KRIS akan membuat pengelola rumah sakit harus putar otak. Sebab,mereka dituntut memenuhi 12 sistem KRIS agar memenuhi standar," urai Nawawi.
"Rumah sakit harus mengubah layout, merenovasi untuk memperbaiki layoutnya. Ini membutuhkan dana tidak sedikit,” lanjutnya.
Sebagai informasi, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Perpres itu mengamanatkan pelayanan kesehatan peserta BPJS Kesehatan berlaku KRIS.
Tujuan perpres ini adalah menjamin masyarakat sebagai peserta BPJS Kesehatan agar mendapatkan perlakuan yang sama sebagai pengganti sistem kelas 1, 2, dan 3.
BACA JUGA:
"Melalui perpres ini, nantinya maksimal 4 tempat tidur dalam satu ruang perawatan dan ada kamar mandi di tiap ruangan,” ungkap Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril, beberapa waktu lalu.
Perpres 59/2024 juga sudah mengamanatkan kementerian dan lembaga terkait melakukan evaluasi dan hasil evaluasi itu akan menjadi acuan untuk penetapan manfaat, tarif, dan iuran. Dengan demikian, hasil evaluasi berupa ketetapan baru akan diterapkan paling lambat 1 Juli 2025.