Bagikan:

JAKARTA - Masalah insekuritas pangan mulai memarah di sejumlah negara, termasuk Afganistan. Laporan terbaru menyebut 14,2 juta masyarakat di negara tersebut diprediksi menghadapi insekuritas pangan akut.

Hal itu diungkap Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) pada Jumat, 31 Mei kemarin. Laporan Klasifikasi Fase Keamanan Pangan Terpadu (IPC) terbaru organisasi itu untuk periode Maret-April 2024 menunjukkan "tren positif yang berkelanjutan" dengan 14,2 juta orang, atau 37 persen dari populasi Afganistan, diperkirakan menghadapi Insekuritas pangan akut, kata perwakilan FAO di Swiss Richard Trenchard kepada wartawan di Jenewa.

Jumlah tersebut menandai penurunan dramatis sejak awal 2022, ketika hampir 23 juta orang, atau sekitar 55 persen dari total penduduk, menghadapi Insekuritas pangan akut, sebuah kategori yang dikenal sebagai IPC3+, kata Trenchard.

"Ini adalah skala dan laju penurunan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah," tuturnya dilansir dari ANTARA.

Penurunan tersebut merupakan bukti ketahanan para petani dan rakyat Afganistan, perbaikan kondisi iklim, meningkatnya stabilisasi ekonomi negara itu, dan tingkat bantuan kemanusiaan dan non-kemanusiaan yang "sangat besar", katanya.

Namun, dia memperingatkan bahwa hal itu tidak mengubah fakta bahwa Afganistan "tetap menjadi salah satu negara dengan krisis Insekuritas pangan terbesar di dunia dalam hal nilai absolut."

"Dan lebih dari dua juta orang masih menghadapi tingkat darurat Insekuritas pangan, IPC4," katanya, seraya memperingatkan bahwa situasi ketahanan pangan masih "sangat rapuh," khususnya karena kemungkinan terjadinya guncangan akibat iklim dan guncangan lain, selain juga disebabkan oleh kerapuhan ekonomi.

"Tetap sangat penting untuk terus berinvestasi dalam bantuan pangan kemanusiaan dan bantuan pertanian darurat guna mempertahankan tren penurunan ini," tambahnya